Senin 01 Dec 2025 23:49 WIB

Psikolog Ungkap Cara Atasi Trauma pada Anak Korban Bencana di Sumatera

Penanganan trauma anak bisa dimulai dengan memberi rasa aman di situasi darurat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Ilustrasi pengungsi banjir wanita dan anaknya. Bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh disebut berpotensi menimbulkan trauma psikologis bagi korban terdampak terutama pada anak-anak.
Foto: Republika/Daan Yahya
Ilustrasi pengungsi banjir wanita dan anaknya. Bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh disebut berpotensi menimbulkan trauma psikologis bagi korban terdampak terutama pada anak-anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh disebut berpotensi menimbulkan trauma psikologis bagi korban terdampak terutama pada anak-anak. Psikolog sekaligus Ketua ll Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi), Prof Henndy Ginting, menekankan pentingnya penanganan yang tepat agar trauma tak berkepanjangan.

Menurut Prof Henndy, penanganan trauma pada anak bisa dimulai dengan memberi rasa aman di tengah situasi darurat. Misalnya, pemerintah perlu segera mememuhi kebutuhan dasar di kamp pengungsian.

Baca Juga

"Rasa aman ini datang dari perlakuan yang tepat, fasilitas yang memadai, serta pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan dan minuman. Dengan begitu, pengalaman traumatis tidak berkepanjangan atau bertambah parah," kata dia saat dihubungi Republika.co.id pada Senin (1/12/2025).

Setelah langkah-langkah darurat terpenuhi, kata Prof Henndy, pendampingan psikologis tetap penting. Pendampingan ini dapat dilakukan oleh relawan, guru, orang tua, maupun tenaga profesional, dengan harapan anak-anak dapat pulih dan kembali beraktivitas normal.

"Kita tidak bisa mengulang waktu, tapi langkah-langkah penanganan yang tepat bisa mencegah trauma berkepanjangan," kata dia.

Namun demikian, menurut Guru besar di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB itu, tidak semua anak membutuhkan penanganan intensif. la menjelaskan bahwa daya tahan psikologis anak mirip dengan sistem kekebalan tubuh. Anak dengan daya tahan kuat bisa menghadapi tekanan tanpa mengalami gejala trauma, sementara anak yang lebih rentan berisiko mengalami gejala klinis.

"Ego anak itu seperti immune system. Kalau kuat, ada pressure juga dia tidak jadi masalah, tapi jika lemah, trauma bisa muncul," kata Prof Henndy.

Oleh karena itu, setelah situasi lebih kondusif, screening psikologis menjadi langkah penting yang perlu dilakukan. Dengan demikian, diharapkan upaya pendampingan psikologis bisa tepat sasaran.

"Kita harus memilih siapa yang benar-benar terdampak secara psikologis dan siapa yang bisa mengatasinya sendiri. Karena itu tadi, anak-anak memiliki ego yang berbeda, ada yang tangguh, ada yang lebih sensitif," kata dia.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement