REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rebonding atau pelurusan rambut adalah prosedur kosmetik yang populer di kalangan wanita. Namun, dalam konteks agama Islam, hukum terkait prosedur ini sering kali menjadi perdebatan.
Pandangan mengenai hukum rebonding ini beragam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk mazhab, ulama, dan tujuan dari tindakan tersebut. Founder Halal Corner Aisha Maharani mengatakan terdapat perbedaan pandangan ulama mengenai rebonding rambut. Ada yang melarang namun ada yang membolehkan.
Dia menjelaskan, hukum rebonding rambut sebagaimana yang sudah lumrah dan menjadi tren di berbagai tempat tidak diperbolehkan dalam Islam, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini karena terdapat dua alasan yang akan terjadi setelah melakukan rebonding yakni tadlis (tindakan yang bisa menipu orang lain atau menyembunyikan kondisi yang sebenarnya); dan karena termasuk dalam kategori taghyiru al-khalqi
(mengubah ciptaan).
Sementara itu, pendapat ulama yang membolehkan (tapi tidak permanen) berdasarkan pada:
"Dikatakan, bahwa larangan (mengubah ciptaan Allah) itu hanya apabila perubahannya permanen, karena hal inilah yang masuk dalam kategori merubah ciptaan Allah. Sedangkan jika perubahannya tidak permanen, maka sebagian ulama ada yang membolehkannya, yaitu kalangan mazhab Malik dan yang lain, dan sebagian ulama kalangan mazhab Malik menghukumi makruh bagi laki-laki". (Imam al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, [Riyadh, Daru Ilmil Kutub: 2003], juz V, halaman 393).
"Rebonding rambut hukumnya tidak diperbolehkan berdasarkan
pendapat mayoritas ulama yang menilai bahwa hal itu merupakan tindakan yang bisa mengubah ciptaan Allah. Namun jika mengikuti pendapat yang
mengatakan bahwa larangan itu hanya ditunjukkan pada
perubahan yang permanen, maka hukumnya diperbolehkan karena rebonding bukanlah perubahan secara permanen. Wallahu a'lam," kata Aisha dikutip dari akun Instagram Halal Corner.