REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Camilan asal China latiao yang marak di Indonesia telah menyebabkan belasan siswa sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi mengalami keracunan pada Mei lalu. Atas hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk bertindak tegas atas kasus peredaran latiao secara ilegal dalam beberapa waktu terakhir.
Selain itu, kehalalan latiao juga perlu diperhatikan oleh konsumen Muslim yang hendak mengonsumsinya. Founder sekaligus CEO Halal Corner, Aisha Maharani, mengatakan meskipun bahan baku latiao terdiri atas bahan yang halal seperti tepung gandum, tepung kacang kedelai panggang atau kinako, serta minyak cabai, namun ada beberapa bumbu yang berpotensi tidak halal.
“Titik kritis kehalalan latiao itu ada pada gula, minyak, dan penyedap rasa yang digunakan,” kata Aisha saat dihubungi Republika.co.id, Senin (15/7/2024).
Ia menjelaskan titik kritis gula terletak pada proses pemutihan yang kerap menggunakan bahan aktif. Jika karbon aktif tersebut berasal dari hewan, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah. Lalu titik kritis pada minyak yaitu jika minyak berasal dari hewan, maka dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah. Proses penjernihan minyak juga biasanya menggunakan karbon aktif.
“Adapun penyedap rasa merupakan produk microbial hasil fermentasi. Ini harus dipastikan media pertumbuhan bakteri terbebas dari najis dan haram,” kata Aisha.
Ia kemudian mengatakan latiao pernah memicu kontroversi nasional setelah otoritas keamanan pangan Provinsi Shanxi pada Mei 2018 menyatakan bahwa latiao merek Wei Long yang populer tidak memenuhi standar keamanan. Hal ini diikuti oleh pemeriksaan merek di bagian lain negara itu, termasuk Provinsi Guizhou dan Zhejiang. Setelah gagal lagi, pemerintah Hubei menangguhkan penjualan produk di provinsi tersebut.
“Jadi memang perlu ada kehati-hatian ketika mau mengonsumsi latiao. Selain dari segi kehalalan, perlu juga diperhatikan dari segi keamanan pangan,” kata Aisha.