Rabu 03 Jul 2024 00:26 WIB

Bayi Baru Lahir Jangan Dipakaikan Sarung Tangan, Ini Alasannya

Menutup tangan bayi yang baru lahir dengan kaus tangan tidak disarankan.

Tangan bayi yang tidak menggunakan sarung tangan (ilustrasi). Masyarakat diminta tidak menutup tangan bayi yang baru lahir dengan kaus tangan.
Foto: Dok. Freepik
Tangan bayi yang tidak menggunakan sarung tangan (ilustrasi). Masyarakat diminta tidak menutup tangan bayi yang baru lahir dengan kaus tangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memakaikan kaus tangan pada bayi baru lahir merupakan kebiasaan umum yang dilakukan oleh banyak orang tua. Alasannya beragam, mulai dari menjaga tangan bayi tetap hangat, mencegah bayi menggaruk wajah, hingga menghindari infeksi.

Namun, tahukah Anda bahwa menutup tangan bayi baru lahir dengan kaus tangan tidak disarankan? Dosen Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, dr Hastaning Sakti meminta masyarakat agar tidak menutup tangan bayi yang baru lahir dengan kaus tangan.

Baca Juga

Menurut Hastaning, tumbuh kembang anak juga diperoleh melalui proses belajar sendiri, seperti melalui sentuhan tangannya atau suara dari sekitar maupun suara dari orang tuanya. "Saya selalu berpesan, bayi baru lahir jangan ditutup tangannya dengan kaus tangan. Ini akan menutup dua persen kesempatan anak untuk belajar," kata Hastaning dalam seminar Pemberdayaan Kelompok Masyarakat di Kampung Keluarga Berkualitas, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Untuk bayi yang baru lahir, kata dia, biarkan tangannya bergerak meraih dan bisa merasakan apa yang ada di sekitarnya agar terstimulasi syaraf di ujung jari-jari anak. Hastaning mengungkapkan, dampak pola asuh melalui stimulasi yang baik pada anak dapat mengurangi risiko terjadinya stunting atau tengkes.

Stunting, kata dia, berkaitan erat dengan perkembangan otak anak. Apabila perkembangan otaknya baik dan didukung dengan asupan gizi yang cukup, niscaya stunting tidak terjadi.

Lembar pemantauan perkembangan balita dalam Kartu Kembang Anak (KKA) dari BKKBN bisa menjadi alat deteksi dini adanya penyimpangan atau gangguan perkembangan anak. "Yang meliputi aspek perkembangan motorik kasar, motorik halus, komunikasi pasif, komunikasi aktif, kecerdasan dan kemampuan sosialisasi secara bertahap," kata dia.

Ahli gizi dari Puskesmas Slawi, Kabupaten Tegal, Heny Erawati menyebut selama hamil dan menyusui, ibu juga perlu menambah jumlah makanan yang dikonsumsi. "Diusahakan makannya dua porsi lebih banyak," kata dia.

Hal itu agar kebutuhan nutrisi ibu dan janin dapat terpenuhi, tentunya dengan mengonsumsi makanan bergizi dan seimbang, karbohidrat, protein hewani, nabati dan sayuran hijau yang memiliki kandungan zat besi. "Porsi makan kecil tapi sering dan usahakan porsi makan minimal empat kali (sehari)," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement