REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog dari Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim, mengatakan perempuan dan anak perempuan korban kekerasan ataupun pelecehan lebih rentan mengalami gangguan mental dibandingkan laki-laki. Menurut dia, hal ini terkait dengan bagaimana perempuan kerap diposisikan sebagai individu lemah di tatanan sosial.
Rose Mini menjelaskan, setiap individu terutama perempuan membutuhkan ruang aman untuk bisa bercerita atas pengalaman pahitnya. Jika kemudian tidak ada ruang aman untuk bercerita, maka pengalaman pahit seperti kekerasan dan pelecehan akan dipendam seorang diri, sehingga bisa memicu stress atau gangguan mental lainnya.
"Perempuan itu, karena dia kadang-kadang merasa less power dibandingkan dengan rekannya yang laki-laki atau dibandingkan suaminya, maka dia kemudian tidak berani mengungkap apa yang dirasakan dan dipikirkan. Itu yang berdampak pada mental health-nya," kata Rose Mini saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/6/2024).
Rose Mini mengatakan kekerasan atau pelecehan bisa sangat berdampak pada mental korban. Korban bahkan kerap merasa rendah diri, tidak diterima secara utuh, dan tak punya masa depan.
"Jadi ada banyak hal yang membuat korban tidak nyaman dengan dirinya sendiri," kata Rose Mini.
Rose kemudian menekankan pentingnya peran dari orang-orang terdekat seperti keluarga atau sahabat, untuk bisa membantu dan mendukung korban menjalani kehidupannya di masa depan. Rose juga menyarankan untuk meminta bantuan profesional atau pakar untuk membantu pemulihan korban.
"Makanya perlu bantuan dan dukungan dari orang terdekat. Bila merasa tidak mampu membantunya sendiri, carilah bantuan profesional. Pulih atau tidaknya, akan sangat bergantung pada bagaimana korban menerima kenyataan tersebut. Jadi waktu pulih setiap orang akan berbeda," kata Rose.