Rabu 04 Oct 2023 06:12 WIB

Pemerintah Ubah Standar Pengujian Kanker Serviks dengan Metode HPV DNA

Kanker serviks adalah penyebab kematian terbanyak nomor dua perempuan.

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin kanker serviks kepada siswa. Kemenkes ubah standar pengujian kanker serviks yang semula menggunakan tes Human Papillomavirus Virus (HPV) dengan metode HPV DNA.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin kanker serviks kepada siswa. Kemenkes ubah standar pengujian kanker serviks yang semula menggunakan tes Human Papillomavirus Virus (HPV) dengan metode HPV DNA.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan menyatakan telah mengubah standar pengujian kanker serviks yang semula menggunakan tes Human Papillomavirus Virus (HPV) dengan metode HPV DNA. “Kami juga sudah mengubah standar pengujian kanker serviks yang sebelumnya menggunakan tes HPV yang lama, mulai tahun ini pengujian akan menggunakan HPV DNA,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Budi menuturkan kanker serviks menjadi kanker nomor dua penyebab kematian terbanyak pada perempuan setelah kanker payudara. Data Globocan juga menunjukkan bahwa total kasus kanker di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 396.914 kasus dengan total kematian sebesar 234.511 kasus. Dari angka tersebut, kanker serviks atau leher rahim ditemukan sebanyak 36.633 kasus atau 9,2 persen dari total kasus kanker yang ada.

Baca Juga

Budi menilai dibutuhkan intervensi yang lebih cepat supaya hasil pemeriksaan bisa segera diketahui dan diteruskan dengan perawatan yang sesuai dengan diagnosisnya. Salah satu caranya adalah mengubah standar pengujian tersebut untuk mempercepat deteksi stadium kanker serviks yang diderita oleh perempuan.

Deteksi melalui HPV DNA dinilai lebih cepat dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) karena pemerintah akan memanfaatkan ribuan laboratorium PCR yang telah dibangun selama masa pandemi Covid-19 melanda. Di samping itu, Kemenkes juga memasukkan vaksin HPV ke dalam program imunisasi anak yang diberikan kepada anak-anak perempuan kelas V atau berusia 11 tahun sebagai bentuk pencegahan sejak usia muda.

Budi menjelaskan bahwa peningkatan layanan kesehatan bagi penderita kanker juga berlaku bagi jenis kanker lainnya seperti kanker payudara, paru dan kanker usus besar (kolorektal). “Yang saya pelajari dalam beberapa waktu belakangan ini yaitu kanker adalah penyakit yang sangat rumit. Belum lagi kita juga perlu mendeteksi seberapa buruk dampak dari suatu kanker itu dan kita perlu melakukan seluruh rangkaian anatomi patologi semaksimal mungkin,” kata Budi.

Pada penanganan kanker payudara, secara singkat Budi menyampaikan Kemenkes memanfaatkan penggunaan USG untuk gambar terkait jaringan yang ada di payudara perempuan. Menkes Budi turut mengatakan bahwa kanker dapat terjadi akibat tiga hal yakni virus yang masuk ke dalam tubuh dan sulit dideteksi oleh sel antibodi, lingkungan yakni adanya radiasi atau polusi, dan yang terakhir adalah keturunan.

“Maka dari itu, hal pertama yang pertama kali harus dilakukan adalah pencegahan. Karena (pencegahan) lebih murah dan membuat kualitas hidup jauh lebih baik, jadi kita harus bisa mendeteksi kanker sedini mungkin,” ujar Budi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement