REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute of Global Tobacco Control (IGTC) di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health melakukan penelitian pada rokok kretek dan rokok putih berperasa yang beredar luas di pasar Indonesia. Diketahui, dua jenis rokok ini memiliki variasi perasa kimia dengan berbagai tingkat kandungan dan beberapa diantaranya memiliki kadar perasa kimia yang tinggi.
“Perasa memang meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya," ujar Beladenta Amalia peneliti post-doctoral di IGTC dan juga co-author dalam penelitian ini dalam keterangan tertulis, Ahad (2/7/2023).
Dari hasil penelitian, senyawa perasa ternyata memiliki kaitan dengan berbagai masalah kesehatan, seperti edema paru-paru berdarah, infeksi saluran pernafasan dan peradangan akut. Mirisnya, beberapa perasa kimiawi dipasarkan pada konsumen di Indonesia, di antaranya ada senyawa cengkeh seperti eugenol, menthol, dan perasa kimiawi tambahan lainnya.
Pada proses penelitian dari 2021 hingga 2022, IGTC membeli 24 jenis merek kretek dan 9 jenis merek rokok putih. Peneliti kemudian mencari kadar kandungan perasa kimia di tiap batangnya. Sebanyak 180 perasa kimia individual yang diteliti, diantaranya eugenol senyawa perasa cengkeh, empat jenis senyawa cengkeh yang lain, dan menthol.
Kandungan eugenol yang signifikan terdeteksi pada 24 merek, namun tidak ditemukan di semua merek rokok putih. Mentol terdeteksi pada 14 dari 24 jenis kretek, dengan tingkat yang bervariasi.
Selain itu, mentol juga ditemukan pada 5 dari 9 merek rokok putih, dengan nilai. Perasa kimia lainnya, seperti rasa buah-buahan, juga ditemukan pada banyak kretek dan rokok putih yang diteliti. Sayangnya, tidak ada larangan terhadap produk tembakau dengan perasa di Indonesia, negara yang memiliki sekitar 68 juta perokok dewasa. Kebanyakan dari mereka mengonsumsi kretek dengan campuran cengkeh.
"Hal ini cukup jelas dari hubungan antara keberadaaan zat perasa di produk tembakau dengan biaya kesehatan dan sosial yang menghabiskan sekitar 1,6 juta dolar AS pada tahun 2019 dan jumlah kematian yang berkaitan dengan tembakau sekitar 225 ribu per tahun,” ujar Beladenta.
Diketahui, pada 2020, tercatat sekitar 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok. Sebanyak 72 persen di antaranya adalah pria dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tarik konsumen dipengaruhi oleh keberadaan deskripsi rasa, gambar, dan warna pada kemasan produk.
"Larangan dan regulasi yang lebih ketat atas penggunaan gambar, deskripsi, dan warna yang berkonotasi dengan rasa juga dapat menjadi pelengkap penting dalam menerapkan larangan perasa produk tembakau yang komprehensif," ujarnya.