Oleh : Dedy Darmawan, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Tiba-tiba bunyi perut terdengar malu-malu ketika kami menyusuri ruas-ruas jalan di Singapura. Matahari masih redup, tetapi jarum jam telah menunjukkan pukul 12.30 waktu Singapura. Saat yang tepat untuk mencari makan siang sejenak melepas lelah.
Perjalanan kami terhenti di salah satu sudut Bencoolen Street, wilayah Kampong Bugis, di jantung Singapura. Dharmawan, salah satu staf BNI Kantor Cabang Singapura yang mendampingi kami selama di Singapura, merekomendasikan untuk mencicipi masakan padang di Restoran Putra Minang.
Rumah Makan Putra Minang tepatnya terletak di sebelah Masjid Bencoolen. Terdapat pula halte bus di depannya sehingga mudah dijangkau dengan transportasi umum.
Masakan Padang sebagai kuliner Tanah Air yang mendunia memang banyak ditemui di berbagai sudut Singapura. Tapi, Mas Dharmawan bilang, masakan Putra Minang cukup otentik karena mempertahankan cita rasa persis seperti menyantap nasi padang di Tanah Minang. Selain itu, masakan padang juga dipastikan halal.
Wangi kuah rendang menyeruak ketika pintu restoran terbuka. Menyatu dengan aroma pedas sambal dendeng serta gurihnya sayur nangka dan gulai ayam. Aneka lauk pauk masakan padang berjajar pada etalase kaca restoran menggiurkan setiap pengunjung yang singgah.
Kepada Republika.co.id, Manajer Restoran Putra Minang, Dina, menuturkan, restoran Padang yang ia kelola kini telah memiliki empat cabang di Singapura di lokasi strategis. Seperti di CityHub Singapore dan Lucky Plaza Orchard. Sementara, restoran yang kami datangi di Bencoolen Street merupakan cabang utama yang telah dikenal dan selalu ramai dikunjungi.
Ia bercerita, alasan membuka restoran padang karena warga lokal sangat menyukai masakan padang. "Jadi kita mau membawa kelezatan nasi padang ke Singapura. Dan tukang masak kita semuanya asli padang, termasuk karyawan kebanyakan dari Indonesia," tutur Dina.
Masakan padang sebagai kuliner dari komunitas Muslim pun jadi keunggulan untuk menggaet konsumen yang mencari makanan halal di Singapura. Menariknya, Dina mengaku dirinya tak perlu mengurus sertifikasi halal.
Sebab, pemerintah Singapura punya aturan, bila restoran dimiliki oleh seorang Muslim maka tak lagi perlu memiliki sertifikat halal untuk membuktikan kehalalan makanannya.
"Senang kata begini, kalau owner orang Islam, otomatis kita tidak perlu apply sertifikasi halal, kalau ownernya orang asing atau bukan Muslim, dia harus dapat sertifikat halal," katanya.
Kebijakan itu menunjukkan bahwa warga Singapura punya menjunjung tinggi kejujuran. Di sisi lain, pemerintah menaruh kepercayaan yang besar bagi komunitas muslim dalam menjalankan usaha kuliner halal.
Meski Dina lahir di Singapura, ia tak ingin membuat cita rasa nasi padang berubah. Baginya, kelebihan nasi padang Putra Minang ada pada keaslian rasa pada setiap menu lauknya. Oleh karena itu, semua rempah-rempah sebagai bahan baku bumbu didatangkan langsung dari Indonesia.
Termasuk, aneka keripik dan kerupuk khas di warung Padang juga didatangkan langsung sebagai menu pelengkap. "Jadi, ini makanan halal asli Indonesia dan rasanya pun macam di Indonesia. Menu spesial kita rendang dan itu diskuai warga Singapura," tuturnya bersemangat.
Soal harga, Dina mengatakan konsumen tak perlu takut harus merogoh kocek dalam-dalam, karena Putra Minang menjaga harga tetap bersaing. "Harga kami tidak terlalu mahal, tidak terlalu murah karena menitikberatkan kualitas dan rasa," katanya.
Seiring waktu, Putra Minang sering mendapatkan pesanan partai besar. Baik dari Kedutaan Besar RI maupun berbagai perusahaan asal Indonesia yang membuka cabang di Singapura. Konsisten pada cita rasa lantas membuka jalan bagi Putra Minang untuk berekspansi ke luar Singapura.
Kini, Dina mengungkapkan, ia baru saja membuka Kamboja dan Thailand. Negara itu dipilih karena terdapat banyak warga Indonesia dan penggemar masakan Indonesia dari warga lokal.
Tak pernah terpikirkan olehnya, usaha kuliner masakan padang yang ia rintis kian mendunia dan menjangkau tiga negara. Namun, kata Dina, ia perlu mendaftarkan sertifikasi halal di Kamboja dan Thailand karena setiap kebijakan negara berbeda-beda. "Soal rasa, tetap kita kontrol," kata Dina.