REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa adanya fenomena fatherless dapat sangat memengaruhi ketahanan keluarga Indonesia. Fatherless merupakan kondisi di mana terjadi sosok ayah kurang hadir, baik secara fisik atau psikologis dalam keluarga
"Fenomena fatherless tentu perlu menjadi perhatian bersama untuk memastikan anak-anak Indonesia dapat tumbuh berkembang yang baik dan memiliki karakter yang kuat," kata Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana yang dihubungi Antara di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Merujuk pada buku Fatherless America: Confronting Our Most Urgent Social Problem karya Blankenhorn (1995), Irma menuturkan anak yang tumbuh di dalam keluarga tanpa adanya sosok ayah bisa menyebabkan komplikasi sosial. Mereka bisa terlibat kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kehamilan remaja.
Memasuki masa pertumbuhannya, anak-anak yang hidup tanpa ayah memiliki potensi terkena masalah mental dan emosional hingga kurang bisa berbaur dengan teman sebaya. Anak juga dapat terdampak masalah kesehatan, misalnya psikosomatis, dan rentan mengalami kekerasan fisik, emosional, dan seksual.
Irma menyebut, potensi yang bisa terjadi pada remaja fatherless adalah cenderung ingin menikah di usia yang sangat muda, suka merokok dan minum alkohol, atau mencoba obat-obatan terlarang. Itu akan berdampak pada waktu belajarnya.
"Dalam eksperimen sosial The Fatherless Family: CIVITAS-The Institute for the Study of Civil Society yang dilakukan oleh O'Neill (2002), masalah sosial yang dapat muncul dari fenomena ini adalah tingginya angka kriminalitas dan kekerasan, tumbuhnya budaya bercerai, bertambahnya beban jaminan sosial," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut National Survey of Sexual Attitudes and Lifestyles, ketiadaan sosok ayah menyebabkan anak cenderung melakukan hubungan seksual di usia kurang dari 16 tahun. Irma menyebut, laki-laki memiliki kecenderungan melakukan hubungan seksual lebih tinggi, yaitu 1,8 kali dan perempuan 1,5 kali dibandingkan anak yang diasuh oleh kedua orang tuanya.
"O'Nell juga berkata risiko perceraian pada keluarga tanpa ayah 1,9 kali lebih besar untuk laki-laki dan 1,5 kali lebih besar untuk perempuan dibandingkan anak yang tumbuh di keluarga utuh," ucapnya.