Ahad 16 Apr 2023 02:41 WIB

Mengapa Pemerintah Prancis Wajibkan Influencer Ngaku Pakai Filter?

Influencer di seluruh dunia telah lama beroperasi di zona abu-abu legislatif.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Undang-undang legislatif Prancis yang baru dapat memaksa influencer untuk memberi label kalau foto dan video mereka menggunakan filter.(ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Undang-undang legislatif Prancis yang baru dapat memaksa influencer untuk memberi label kalau foto dan video mereka menggunakan filter.(ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS---Filter telah menjadi fitur konten media sosial kontemporer yang sudah sangat umum digunakan. Tujuannya membuat unggahan seseorang terlihat berbeda dari penampilan mereka di kehidupan nyata.

Hasil filter sering kali tampak begitu halus sehingga terkesan alami. Filter bisa menyenangkan, mudah digunakan, dan sangat meyakinkan.

Baca Juga

Tetapi kritikus juga khawatir bahwa filter dapat mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis, terutama di kalangan pengguna yang lebih muda. Sekarang, undang-undang legislatif Prancis yang baru dapat memaksa influencer untuk memberi label kalau foto dan video mereka menggunakan filter.

“Beginilah sektor ini akan menjadi lebih etis,” kata anggota parlemen Prancis Arthur Delaporte, yang membantu memperkenalkan RUU tersebut, dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Washington Post, Sabtu (15/4/2023).

RUU tersebut telah diadopsi oleh Majelis Nasional Prancis, tetapi masih melalui pemungutan suara Senat sebelum dapat menjadi undang-undang. Hal itu jadi bagian dari tindakan keras peraturan yang lebih luas terhadap industri influencer oleh otoritas Prancis.

Undang-undang menyatakan itu ditujukan untuk mengendalikan pengaruh komersial dan memerangi penyalahgunaan oleh influencer di jejaring sosial. Selain itu juga melarang promosi bedah kosmetik berbayar dan produk keuangan tertentu.

RUU ini tidak hanya berlaku untuk influencer di Prancis, tetapi juga akan memberlakukan beberapa persyaratan pada influencer di luar negeri yang ingin menjangkau audiens Prancis.

Jika itu menjadi undang-undang, maka akan menjadi regulasi paling komprehensif yang mengatur industri yang berpengaruh, menurut Delaporte. “Teksnya pionir,” lanjut dia.

Influencer di seluruh dunia telah lama beroperasi di zona abu-abu legislatif, yang menyebabkan pelecehan dan skandal. Tahun lalu, Kim Kardashian setuju dengan Securities and Exchange Commission yang menyebut dia mempromosikan mata uang kripto tanpa mengungkapkan bahwa ia telah dibayar untuk melakukannya. Saat influencer menjadi lebih kuat, pemerintah di seluruh dunia melihat lebih dekat pada praktik mereka.

RUU Prancis untuk pertama kalinya akan mendefinisikan "influencer" dalam undang-undang sebagai setiap orang yang menggunakan ketenaran mereka untuk berbagi konten secara digital. Hal itu baik secara langsung atau tidak dalam mempromosikan "barang, jasa, atau tujuan apa pun" dengan imbalan kompensasi finansial dan barang di atas ambang tertentu.

Siapa pun yang termasuk dalam definisi tersebut akan diminta untuk mengungkapkan dengan cara yang “jelas, dapat dibaca, dan dapat diidentifikasi” dan “selama keseluruhan promosi” apakah mereka dibayar untuk mengiklankan barang, layanan, atau jasa. RUU tersebut mengklarifikasi bahwa undang-undang untuk pengiklan juga berlaku untuk influencer.

Senat akan melakukan pemungutan suara pada bulan Mei. Di bawah aturan yang diusulkan, foto dan video yang telah "dimodifikasi oleh perangkat lunak pengolah gambar" perlu dipublikasikan dengan label "gambar yang diedit".

Hal itu termasuk gambar yang difilter saat filter digunakan "untuk memperhalus atau menebalkan siluet" sehingga membuat subjek terlihat lebih tipis atau lebih besar. Atau "untuk mengubah tampilan wajah". Pelanggaran aturan ini akan dikenai hukuman penjara enam bulan dan denda 300.000 euro (328.000 dolar AS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement