Sabtu 19 Nov 2022 21:00 WIB

Studi: Partikel Halus di Udara Bisa Picu Henti Jantung

Partikel halus yang berpengaruh pada jantung ini terkait dengan polusi udara.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Partikel-partikel halus di udara atau PM 2.5 bisa memicu terjadinya henti jantung.
Foto: Pxhere
Partikel-partikel halus di udara atau PM 2.5 bisa memicu terjadinya henti jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partikel-partikel halus di udara atau PM 2.5 bisa memicu terjadinya henti jantung. Temuan dalam studi terbaru ini kembali menekankan pentingnya menurunkan tingkat polusi udara di berbagai belahan dunia.

Studi ini dilakukan di Singapura selama hampir satu dekade. Selama studi berlangsung, tim peneliti menganalisis keberadaan partikel berukuran 25 kali lebih kecil dibandingkan lebar rambut atau partikel PM 2.5 di udara.

Baca Juga

Ukuran PM 2.5 yang kecil membuat partikel ini bisa dengan mudah terhirup masuk ke saluran pernapasan. Paparan PM 2.5 kerap dihubungkan dengan beragam masalah kesehatan, termasuk penyakit autoimun.

Melalui studi terbaru di Singapura, tim peneliti menelusuri hubungan antara tingkat polusi dengan lebih dari 18.000 kejadian henti jantung di luar rumah sakit atau OHCA. Tim peneliti melakukan hal ini selama periode Juli 2010 hingga Desember 2018.

Melalui analisis statistik, tim peneliti menemukan adanya kemungkinan bahwa 492 kasus OHCA berkaitan dengan peningkatan konsentrasi PM 2.5 di udara. Tim peneliti mengungkapkan bahwa OHCA adalah kejadian katastropik yang kerap berujung pada kematian tiba-tiba.

Mengacu pada data, tingkat survival OHCA adalah sekitar 10 persen. Peluang bertahan hidup akibat OHCA ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan henti jantung yang terjadi di rumah sakit.

"Kami menemukan bukti yang jelas mengenai hubungan jangka pendek antara PM 2.5 dengan henti jantung di luar rumah sakit," ujar ahli epidemiologi dari Duke-NUS Medical School di National University of Singapore, seperti dilansir Science Alert, Sabtu (19/11/2022).

Berdasarkan data, tim peneliti juga menemukan adanya penurunan risiko serangan jantung setelah 3-5 hari terpapar polusi tingkat tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa efek yang ditimbulkan dari polusi terhadap serangan jantung hanya jangka pendek.

Tim peneliti pun menemukan bahwa penurunan konsentrasi PM 2.5 di udara turut berkorelasi dengan penurunan kejadian serangan jantung. Berdasarkan data, konsentrasi rata-rata PM 2.5 di Singapura adalah 18,44 mikrogram per meter kubik.

Penurunan PM 2.5 sekitar 1 mikrogram per meter kubik berkaitan dengan penurunan kejadian serangan jantung sebesar 8 persen. Bila PM 2.5 diturunkan sebanyak 3 mikrogram per meter kubik, kejadian serangan jantung menurun sebesar 30 persen.

Namun, perlu dimengerti bahwa studi yang dipublikasikan dalam The Lancet Public Health ini merupakan studi observasi. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengonfirmasi temuan ini.

Terlepas dari itu, tim peneliti menilai upaya penurunan konsentrasi PM 2.5 di udara dapat berperan penting dalam menurunkan kejadian henti jantung. Bila hal ini bisa terwujud, maka beban pada fasilitas layanan kesehatan juga bisa diringankan.

"Studi ini memberikan bukti kuat mengenai dampak kualitas udara terhadap kesehatan," jelas ilmuwan dan klinisi dari Duke-NUS Medical School, Marcus Ong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement