Selain itu, fasilitasi aktivitas orang dengan demensia agar tetap aktif, seperti melakukan pekerjaan rumah, memasak, membuat kue, atau olahraga. Bantu mereka memulai aktivitas atau bergabung dalam aktivitasnya serta memberikan kesempatan orang dengan demensia memilih makanannya sendiri.
"Sajikan makanan secara konsisten di waktu yang sama," kata Hesti.
Menurut Hesti, kualitas hidup orang dengan demensia dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu demensia, caregiver, dan pelayanan medis profesional. Caregiver dapat memengaruhi perubahan penting dalam kehidupan orang dengan demensia, memengaruhi frekuensi dan tipe terapi yang akan diterimanya.
"Tentunya caregiver perlu mengetahui informasi penyakit dan kebutuhan yang berubah yang perlu dipenuhi pada orang dengan demensia, memahami arti delirium atau kondisi tidak sadar, apa penyebabnya dan memahami tindakan yang perlu dilakukan," ujar dia.
Hesti mengatakan, Alzheimer tidak hanya terjadi pada lansia di atas 65 tahun, tetapi juga pada pra lansia. Untuk menangani Alzheimer pada pra lansia, maka pada prinsipnya dapat dilihat dari kebutuhan orang dengan demensia tersebut.
Sementara itu, dokter spesialis saraf Pukovisa Prawiroharjo mengatakan pikun tidak hanya pada lansia. Kepikunan juga bisa menyerang orang yang masih berusia muda.
"Biasanya terjadi akibat trauma otak setelah kecelakaan, penggunaan Napza atau akibat HIV," ujar staf pengajar di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo itu.
Dr Pukovisa menuturkan, orang-orang dapat menanggulangi pikun. Salah satunya dengan mengenali tanda dan gejala LALILULELO yang merupakan akronim dari Labil (sering labil emosi atau pendiriannya), Linglung, Lupa, Lemot, dan Logika menurun.