REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya tindakan pencegahan kesehatan dicabut dan kehidupan publik mulai normal, ada bukti ancaman baru dari Covid 19 muncul. Termasuk satu efek samping yang menurut sebuah studi baru meningkat di antara mereka yang tertular penyakit tersebut.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa satu efek samping utama Covid 19 meningkat pada pasien akhir-akhir ini. Sebuah studi baru dari para peneliti di City University of New York (CUNY) yang dipublikasikan pada 6 September, melakukan survei terhadap 3.042 orang dewasa di AS antara 30 Juni dan 2 Juli 2022 tentang Covid 19 pengujian, hasil, gejalanya, dan pengalaman mereka dengan gejala yang tersisa setelah tertular virus.
Data yang dikumpulkan menemukan sebanyak 21 persen responden melaporkan menderita long covid mulai empat minggu setelah infeksi awal mereka. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), jumlah ini merupakan peningkatan dari 19 persen pasien yang melaporkan efek samping long covid pada Juni. Para peneliti mengatakan, perubahan menunjukkan kondisi sebagai masalah yang berkembang.
"Meskipun peningkatan tingkat perlindungan terhadap long covid dari vaksinasi, mungkin jumlah orang dengan long covid di AS meningkat," ujar Denis Nash, PhD, seorang ahli epidemiologi dan penulis utama studi CUNY.
Ia mengklarifikasi bahwa lebih banyak orang yang melaporkan menderita efek samping berkepanjangan setiap hari daripada yang pulih darinya. Long Covid telah menjadi masalah yang melemahkan bagi banyak orang yang menderita karenanya.
"Virus corona baru telah terbukti menjadi musuh yang tangguh dalam banyak hal, termasuk betapa sulitnya memahami patogen dan dampaknya. Setelah bertahun-tahun mempelajarinya, pengetahuan kita tentang long covid baru saja mulai menjadi fokus," lanjut Nash.
Menurut CDC, kondisi tersebut menyebabkan berbagai gejala yang dapat berlangsung lebih dari empat minggu atau bahkan berbulan-bulan setelah infeksi. Ia menambahkan, kadang-kadang gejalanya bahkan dapat hilang atau kembali lagi. Ini termasuk segala sesuatu mulai dari kelelahan, demam, dan malaise umum hingga masalah pernapasan dan jantung yang serius, gejala neurologis seperti kabut otak, masalah pencernaan, dan penyakit lainnya.
Para peneliti mengatakan, temuan mereka menunjukkan lebih banyak perhatian perlu diberikan untuk mengobati long Covid. Untungnya, beberapa minggu terakhir telah melihat beberapa perkembangan positif dalam perang melawan Covid, terutama dalam hal hasil yang parah.
Tentu saja, lebih banyak pekerjaan harus dilakukan untuk mengurangi hasil drastis lebih jauh. Tetapi menurut para peneliti studi CUNY, fokus komunitas medis juga harus bergeser untuk memasukkan masalah yang sedang berkembang.