REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan ini, World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan varian Eris (EG.5.1) sebagai variant of interest karena kasus Covid-19 mulai meningkat secara global. Sejak varian SARS-CoV-2 tersebut pertama kali diklasifikasikan secara resmi di Inggris pada bulan Juli, tingkat kasus secara nasional di sana juga melonjak.
Kini, Eris diperkirakan menyumbang sekitar satu dari tujuh kasus Covid-19 di Inggris, menurut WHO. Di Indonesia, varian yang sama juga telah terdeteksi.
Tapi, apakah ini pertanda pentingnya kembali memakai masker? Dua ahli dari Inggris memberi pertimbangan kapan jenis perlindungan ini diperlukan.
Mark Faghy, associate professor bidang fisiologi pernapasan di University of Derby, merekomendasikan penggunaan masker di ruang publik yang ramai dan di transportasi umum. Namun, dia yakin peluang untuk kembali wajib mengenakan masker kecil untuk terjadi.
"Covid-19 adalah virus yang ditularkan melalui udara, tetapi agar penularan dari satu ke yang lain terjadi, perlu ada orang yang berdekatan satu sama lain," jelasnya, seperti dikutip dari laman Express, Rabu (23/8/2023).
Faghy mengatakan penelitian mereka di University of Derby merekomendasikan ventilasi yang memadai untuk mengurangi risiko infeksi karena udara luar ruangan cenderung memiliki risiko yang lebih rendah. Sementara itu, udara dalam ruangan dengan ventilasi berkualitas rendah dan tempat orang berkumpul merupakan peluang bagi virus untuk berpindah dari satu orang ke orang lain.
Menurut Faghy, mengenakan masker di tempat ramai seperti pusat perbelanjaan dan supermarket, atau di tempat di mana Anda cenderung berada dalam waktu lama dengan sedikit pergerakan, seperti teater dan bioskop, akan mengurangi risiko penularan Covid-19.
"Karena kita berada di puncak musim liburan, di Derby kami sarankan Anda mempertimbangkan untuk memakai masker di transportasi umum, di mana ventilasi rendah dan udara disirkulasi ulang, yang memberi kesempatan virus menyebar tanpa upaya nyata."
Faghy memperingatkan bahwa strain Eris telah dikaitkan dengan kasus long Covid. "Meskipun ada data yang terbatas tentang tingkat keparahan infeksi, kita tahu Eris merupakan keturunan Omicron yang menghasilkan infeksi akut yang tidak terlalu parah, tetapi ini terkait dengan prevalensi gejala persisten yang lebih tinggi di bulan-bulan berikutnya (lebih dikenal sebagai long Covid)," ujarnya.
Oleh karena itu, ada argumen untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi penularan. "Di University of Derby, dari pekerjaan kami, kami menyadari bahwa ada risiko konsekuensi kesehatan jangka panjang karena kami tahu bahwa satu dari 10 orang yang memiliki Covid-19 akut memiliki penyakit jangka panjang, persisten, dan terkadang gejala yang melumpuhkan.
"Berlawanan dengan beberapa laporan, kejadian long Covid dapat menyerang siapa saja dan bukan hanya mereka yang dianggap 'berisiko tinggi'."