Selasa 20 Sep 2022 12:18 WIB

Studi Temukan Hubungan Gangguan Tidur dengan Kesehatan Mental

Gangguan kesehatan mental termasuk kecemasan, sindrom tourette, dan autisme.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nora Azizah
Studi menemukan ada kemungkinan hubungan antara kurang tidur dan beberapa gangguan kesehatan mental.
Foto: www.freepik.com
Studi menemukan ada kemungkinan hubungan antara kurang tidur dan beberapa gangguan kesehatan mental.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi menemukan ada kemungkinan hubungan antara kurang tidur dan beberapa gangguan kesehatan mental. Menurut siaran pers dari University of California, Irvine (UCI), gangguan kesehatan mental ini termasuk kecemasan, sindrom Tourette dan autisme.

Para ilmuwan dari UCI berhipotesis Circadian Rhythm Disruption (CRD) adalah faktor psikopatologi yang dimiliki oleh berbagai penyakit mental. Penelitian hubungan antara tidur dan gangguan mental diterbitkan baru-baru ini di jurnal Translational Psychology.

Baca Juga

"Analisis kami menemukan bahwa gangguan ritme sirkadian adalah faktor yang secara luas tumpang tindih dengan seluruh spektrum gangguan kesehatan mental," kata penulis senior, profesor ilmu komputer UCI, dan direktur Institute for Genomics and Bioinformatics UCI, Pierre Baldi, dilansir Fox News, Selasa (20/9/2022).

Peneliti UCI menemukan bukti signifikan dari hubungan antara gangguan tidur dan gangguan ini. Peneliti memeriksa literatur peer-review tentang gangguan kesehatan mental yang paling umum.

"Analisis kami menemukan bahwa gangguan ritme sirkadian adalah faktor yang secara luas tumpang tindih dengan seluruh spektrum gangguan kesehatan mental,” ujar penulis utama, ahli saraf dan profesor di departemen Ilmu Farmasi UCI, Amal Alachkar.

Menurut Healthline.com, ritme sirkadian adalah pola tidur-bangun yang dialami individu selama 24 jam sehari. Mempertahankan kebiasaan sehat dapat membantu merespons ritme alami tubuh Anda dengan lebih baik. Salah satu tindakan proaktif adalah memulai pola tidur yang sehat ketika anak-anak masih kecil. Para peneliti UCI juga berbagi lebih banyak informasi tentang ritme sirkadian.

Ritme sirkadian secara intrinsik sensitif terhadap isyarat terang atau gelap, sehingga mereka dapat dengan mudah terganggu oleh paparan cahaya di malam hari, dan tingkat gangguan tampaknya tergantung pada jenis kelamin dan berubah seiring bertambahnya usia. Ilmuwan juga percaya usia juga merupakan faktor penting, di mana CRD dapat mempengaruhi timbulnya gangguan mental terkait penuaan di antara orang tua.

"Isu menarik yang kami telusuri adalah interaksi ritme sirkadian dan gangguan mental dengan seks," kata Baldi.

Misalnya, sindrom Tourette hadir terutama pada pria, dan penyakit Alzheimer lebih sering terjadi pada wanita dengan rasio sekitar dua pertiga hingga sepertiga. Ilmuwan juga percaya bahwa usia merupakan faktor penting.

Tim yang dipimpin UCI menyarankan pemeriksaan CRD menggunakan transkriptomik (ekspresi gen) dan teknologi metabolomik pada model tikus. Ini akan menjadi proses throughput tinggi, dengan peneliti memperoleh sampel dari subyek sehat dan sakit setiap beberapa jam sepanjang siklus sirkadian. Pendekatan ini dapat diterapkan dengan keterbatasan pada manusia, karena hanya sampel serum yang benar-benar dapat digunakan, tetapi dapat diterapkan dalam skala besar pada model hewan, khususnya tikus, dengan mengambil sampel jaringan dari area otak dan organ yang berbeda, selain serumnya.

Jika eksperimen dilakukan dalam cara sistematis sehubungan dengan usia, jenis kelamin, dan area otak untuk menyelidiki ritme molekul sirkadian sebelum dan selama perkembangan penyakit, maka itu akan membantu komunitas riset kesehatan mental mengidentifikasi biomarker potensial, hubungan sebab akibat, dan target terapi baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement