Kamis 23 Jun 2022 05:10 WIB

Dilema Sunat Perempuan, Ini Komentar dr Mahdian

Sunat perempuan dikaitkan dengan female genital mutilation.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi bayi perempuan. Sunat pada perempuan dianggap tidak kuat alasan medisnya.
Foto:

Jika mengikuti faktor syariat saja, biasanya para orang tua akan tetap memilih khitan pada anak perempuan. Meski demikian, di Indonesia, regulasinya masih menuai pro-kontra.

Majelis Ulama Indonesia dan sejumlah lembaga dakwah memperbolehkan, tetapi tidak demikian dari segi regulasi. Menurut fatwa MUI, khitan terhadap perempuan adalah makrumah (kemuliaan).

Berdasarkan fatwa No.9A Tahun 2008 terkait Fatwa Menolak Larangan Khitan Bagi Perempuan, ulama di MUI berpendapat, pelaksanaan khitan bagi perempuan merupakan ibadah yang dianjurkan. Namun, Kementerian Kesehatan telah menyatakan bahwa sunat perempuan, dalam hal ini ialah female genital mutilation (FGM), merugikan perempuan.

Dr Mahdian mengatakan pelarangan khitan perempuan ini terkait female genital mutilation. Banyak lembaga swadaya masyarakat dari kelompok Amerika dan Eropa menilai khitan perempuan melanggar hak asasi manusia karena praktiknya di Afrika adalah membuang klitoris. Padahal, praktiknya berbeda dengan syariat karena hanya membersihkan selaput penutup dari klitoris tersebut.

"Tidak ada yang dibuang, harusnya, intinya pemahaman di praktisi khitan perempuan," jelas dia.

Menurut dr Mahdian, jika di puskesmas tidak diperbolehkan, ada lembaga swasta yang menerima layanan sunat bagi perempuan. Ia menyebut, apabila tenaga medisnya terlatih, khitan perempuan tentu akan aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement