REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umun Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso mengimbau para orang tua agar tidak panik dan tetap fokus mencegah penularan penyakit hepatitis akut misterius. Hingga saat ini pemerintah menyatakan sudah ada 15 kasus suspek hepatitis misterius di Indonesia.
"Kita prihatin dengan kondisi yang ada, tapi kami imbau orang tua jangan panik. Sebaiknya mari memastikan anak-anak mengkonsumsi makanan yang matang," katanya dalam diskusi daring, Selasa (10/5/2022).
Piprim mengungkapkan, saat ini IDAI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan berbagai pihak sedang terus melakukan investigasi terhadap penyakit tersebut. Investigasi yang dilakukan antara lain menyelidiki sumber penyebab penyakit dan terus melakukan surveilans dan kewaspadaan dini.
"Belum banyak provinsi yang melaporkan adanya temuan kasus baru hepatitis akut, dan baru yang dari Tulung Agung, Jawa Timur dan Sumatera Barat. Tetapi itupun kasusnya belum masuk kriteria proba9ble, jadi masih dalam penyelidikan," ungkapnya.
Saat ini, lanjutnya, yang harus dilakukan adalah terus memberikan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Ia menekankan agar semua pihak untuk meneruskan hidup dengan menerapkan protokol kesehatan.
"Selama pandemi kita sudah belajar mengatasi penularan melalui saluran pernafasan melalui masker, jaga jarak, cuci tangan dan seterusnya. Kemudian dilengkapi bagaimana menghindari penularan lewat saluran cerna. Konsumsi makanan matang, hindari pencemaran," tuturnya.
Ia pun mengaku telah menyampaikan kepada anggota IDAI di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan bila menemukan kasus yang mengarah ke hepatitis akut. Hal ini dilakukan agar kasus dapat terjaring sedini mungkin dan tidak terlambat dalam penanganannya.
Piprim juga mengingatkan kepada masyarakat untuk segera melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan jika menemukan gejala pada anak berupa masalah pencernaan disertai kekuningan dan warna feses pucat. "Apabila ditemukan pasien-pasien yang memiliki kriteria misalnya gejala-gejala pencernaan disertai kuning, BAB pucat, dan yang lain-lain. Kemudian kalau perlu dilakukan pemeriksaan uji fungsi hati seperti SGPT dan SGOT," jelasnya.
"Karena, yang penting adalah surveilans, kewaspadaan supaya kasus-kasus tersebut bisa terjaring sedini mungkin. Jangan sampai sudah terlambat, full blown, hepatitis baru ditujukkan tentu hasilnya tidak maksimal," sambungnya.
Indonesia hingga Selasa (10/5/2022) melaporkan 15 kasus anak terkait hepatitis misterius, lima di antaranya meninggal. Juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut ada beberapa anak yang sudah divaksinasi, tetapi tidak sedikit pula yang belum menerima vaksin COVID-19.
"Sudah ada status vaksinnya, kalau di bawah 6 tahun belum dapat vaksin ada 5 orang, sisanya ada yang baru satu kali vaksin dan ada yang sudah divaksin lengkap," ungkap Nadia.
Nadia memastikan tak ada kaitan antara vaksin COVID-19 dan hepatitis misterius. Alih-alih vaksinasi, penyebab hepatitis misterius sejauh ini lebih mungkin disebabkan karena adenovirus. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka yang dinyatakan negatif hepatitis jenis A-E, positif teridentifikasi adenovirus.