Senin 02 May 2022 21:13 WIB

Gangguan Tidur 'Sleep Apnea' Bisa Membahayakan Saat Mengemudi

Gangguan 'sleep apnea' bisa menyebabkan pernapasan berhenti beberapa saat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Gangguan 'sleep apnea' bisa menyebabkan pernapasan berhenti beberapa saat.
Foto: www.freepik.com.
Gangguan 'sleep apnea' bisa menyebabkan pernapasan berhenti beberapa saat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penderita sleep apnea, gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang berhenti sementara selama beberapa kali saat sedang tidur, acapkali bangun di pagi hari dalam keadaan lelah. Meskipun gangguan pernapasan seperti itu biasanya tidak membangunkan tidur mereka, namun sleep apnea bisa membuat seseorang tidak nyenyak.

Kini, sebuah studi baru mengaitkan sleep apnea dengan potensi kecelakaan selama mengemudi. Studi dari Sleep Medicine Center at Washington University mencatat, setiap delapan gangguan pernapasan tambahan per jam, berkontribusi pada peningkatan (27 persen) potensi berbahaya saat mengemudi mulai dari ngebut, mengerem mendadak atau keduanya.

Baca Juga

Kelompok dewasa tua lebih mungkin mengembangkan sleep apnea, yang artinya mereka berpotensi terluka parah atau meninggal karena kecelakaan mobil. Studi yang diterbitkan di jurnal Sleep menunjukkan bahwa skrining sleep apnea bagi kelompok dewasa tua bisa membantu mencegah kejadian berbahaya saat mengemudi.

“Temuan ini menunjukkan bahwa kita perlu ambang batas yang lebih rendah untuk mengevaluasi kelompok dewasa tua terkait sleep apnea dan melacak gangguan pernapasan mereka. Jika kondisi mereka memburuk hanya dengan delapan gangguan per jam, itu bisa memiliki efek buruk yang signifikan pada kemudi mereka dan risiko menderita cedera serius,” kata penulis studi Brendan Lucey yang sekaligus Direktur Sleep Medicine Center.

Orang berusia 65 tahun ke atas adalah pengemudi yang paling bertanggung jawab di jalan. Mereka umumnya mematuhi batas kecepatan, mengemudi secara defensive, menghindari mengemudi di malam hari, dalam cuaca buruk, dan di tempat-tempat asing. Tetapi perubahan yang sering terjadi seiring bertambahnya usia seperti penglihatan memburuk, refleks yang lebih lambat, dan susah tidur bisa merusak kebiasaan mengemudi yang paling aman sekalipun.

Lucey bekerja sama dengan peneliti mengemudi Ganesh M Babulal, asisten profesor neurologi dan tim penulis studi, menyelidiki hubungan antara sleep apnea dan perilaku mengemudi yang berisiko. Para peneliti merekrut peserta dari studi yang sedang berlangsung di Washington University’s Charles F and Joanne Knight Alzheimer Disease Research Center (Knight ADRC).

Babulal dan Lucey memantau kebiasaan mengemudi dan tidur dari 96 orang dewasa tua. Mereka menggunakan tes take-home yang tersedia secara komersial untuk mengidentifikasi orang-orang dengan sleep apnea dan mengukur tingkat keparahannya. Kurang dari lima gangguan pernapasan per jam dianggap normal, lima hingga 15 adalah apnea tidur ringan, 15 hingga 30 sedang, dan lebih dari 30 adalah parah.

Untuk menilai kebiasaan mengemudi, para peneliti memasang chip yang dikembangkan Babulal dan rekannya ke dalam kendaraan pribadi peserta dan memantau kebiasaan mengemudi selama setahun, dengan fokus pada rem mendadak, akselerasi mendadak, dan ngebut. Secara total, mereka mengumpulkan data lebih dari 100 ribu perjalanan. Para peneliti juga mengevaluasi peserta untuk gangguan kognitif dan tanda-tanda molekuler penyakit Alzheimer dini.

Meskipun semua peserta secara kognitif normal, sekitar sepertiga mengalami perubahan otak yang mengindikasikan penyakit Alzheimer dini. Para peneliti menemukan bahwa frekuensi pengemudi melakukan gerakan berbahaya meningkat secara paralel dengan frekuensi tidur mereka terganggu di malam hari, terlepas dari apakah otak mereka memiliki tanda-tanda awal Alzheimer.

“Kami tidak memiliki kamera di kendaraan, jadi kami tidak tahu persis apa yang terjadi yang menyebabkan seseorang, katakanlah, mengerem mendadak. Tapi kemungkinan besar itu merupakan respon mereka ketika tidak sadar lampu lalu lintas berubah jadi merah, yang akhirnya menginjak rem dengan keras,” kata Babulal seperti dilansir dari Futurity, Senin (2/5/2022).

Studi ini membantu menguraikan faktor risiko terkait penuaan seperti kurang tidur dan penyakit Alzheimer, yang menempatkan kelompok dewasa tua dalam bahaya saat mengemudi. Selain itu, studi juga bisa menjadi ikhtiar dalam menemukan cara untuk memaksimalkan tahun mengemudi yang aman.

“Mengemudi selalu membawa risiko tabrakan, dan kelompok dewasa tua berisiko mengalami cedera yang lebih parah daripada dewasa muda jika mereka mengalami kecelakaan,” kata Babulal.

Studi ini didanai oleh National Institutes of Health, National Institute on Aging, dan BrightFocus Foundation.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement