REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Psikolog Ajeng Raviando menyebutkan ada cara mudah agar ikatan orang tua dan anak bisa menjadi kuat saat pandemi. Salah satunya adalah dengan pengelolaan emosi yang baik.
Dengan pengelolaan emosi yang baik dimulai dari orang tua ketika mengalami tekanan atau stres, maka nantinya anak bisa lebih nyaman saat berinteraksi selama proses menjalin ikatan tersebut. "Kadang kala orang tua lupa untuk mengatur stresnya. Sering lupa kalau ketika kita mengalami gangguan kesehatan mental, anggota keluarga yang lain terdampak. Jadi memang perlu ada pengendalian emosi," kata Ajeng dalam acara virtual, Sabtu (26/3/2022).
Ketika stres, pastikan orang tua bisa mengendalikannya tanpa memengaruhi komunikasi dengan sang buah hati. Misalnya ketika orang tua stres akibat pekerjaan, jangan sampai suara orang tua saat berkomunikasi dengan anak menjadi meninggi.
Hal sebaliknya juga terjadi ketika anak stres, orang tua harus mencari cara agar anak bisa mengendalikan emosinya dan menemukan solusinya bersama- sama. Ajeng menyebut tidak sedikit di tengah masa pandemi orang tua dan anaknya berkonflik mengenai masalah pelajaran sekolah karena sang anak merasa stres harus belajar terus di rumah tanpa memahami materi.
Ketika kondisi tersebut terjadi, carilah kegiatan yang bisa melepaskan stres untuk dilakukan bersama- sama. Dengan demikian selain membantu mengatasi tekanan yang dialami masing- masing pribadi, ikatan antara anak dan orang tua dari melakukan aktivitas bersama bisa juga berjalan ke arah yang positif.
Beberapa ide kegiatan yang bisa dilakukan bersama-sama dengan anak untuk melepaskan stres dan cocok di masa pandemi di antaranya berjalan mengelilingi komplek rumah. Bisa juga melepaskan stres dengan memasak sarapan atau pun makanan untuk keluarga.
Beberapa kegiatan tadi selain berpengaruh baik pada kesehatan mental dan membangun kepercayaan antara ibu dan anak ternyata juga bisa sekaligus menunaikan tugas- tugas rumah yang biasanya hanya dilakukan oleh satu pihak. "Jadi saat membangun ikatan (bonding) dengan anak, kita bisa memasukkan kegiatan itu tetap kreatif tapi juga produktif meski terbatas di area rumah saja," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia itu.