REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian omicron orisinal, yakni BA.1, telah menyebabkan gelombang pasang kasus Covid-19 di Inggris pada akhir tahun lalu. Kemunculan subvarian BA.2 yang dijuluki "son of omicron", belakangan kembali meningkatkan kasus dan menyebabkan kenaikan tingkat rawat inap di seluruh Inggris.
BA.2 secara signifikan lebih menular daripada BA.1, meskipun masih belum jelas apakah itu menyebabkan penyakit yang lebih parah. Subvarian BA.2 kini telah diakui sebagai varian tersendiri oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan menjadi variant of concern.
Mantan ahli epidemiologi WHO, Profesor Adrian Esterman, mengatakan, son of omicron sekitar 1,4 kali lebih menular daripada BA.1. Angka reproduksi dasar (R0) untuk BA.1 adalah sekitar 8,2, sehingga R0 untuk BA.2 sekitar 12.
"Ini membuatnya cukup dekat dengan campak, penyakit paling menular yang kita ketahui," ujarn Prof Esterman, seperti dilansir dari laman Express, Kamis (23/3/2022).
Profesor kedokteran molekuler di Scripps Research Institute di California, Eric Topol, mengatakan, ia akan menghubungkan peningkatan kasus Covid-19 dengan 'triad BA.2'. Ia menjelaskan bahwa varian ini 30 persen lebih mudah menular daripada BA.1, tapi penyebarannya menjadi lebih cepat akibat makin longgarnya langkah-langkah mitigasi dan berkurangnya kekebalan dari vaksin.
"Semuanya saling terkait dan jelas akan mengarah pada lonjakan kasus yang lebih luas, termasuk di AS," kata Prof Topol kepada BMJ.
Prof Topol memperingatkan bahwa "son of omicron" dapat memperpanjang pandemi. Bahkan, keberadaannya dapat membuka jalan lain ke varian baru di bulan-bulan mendatang.
Peneliti senior di fakultas kesehatan Universitas Sheffield, Colin Angus juga mengidentifikasi BA.2 sebagai faktor kunci peningkatan kasus Covid-19 belakangan ini. Ia menyebut, "son of omicron" telah menyebabkan peningkatan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit di Inggris akibat Covid-19 di semua kelompok umur dan di semua wilayah negara.
Waspadai tanda-tanda peringatan
Terlepas dari peningkatan kasus, pemerintah Inggris, yang telah menghapus hampir semua tindakan pengendalian terkait Covid-19, juga perlahan-lahan mempereteli sistem pandeminya. Selain itu, Inggris juga meniadakan dana dari studi utama yang melacak Covid-19, termasuk REACT-1 (yang melacak transmisi komunitas) dan studi covid ZOE (yang melacak gejala).
Ini telah menimbulkan kekhawatiran serius atas kemampuan Inggris untuk menanggapi penyebaran SARS-CoV-2. Pengawasan potensial ini telah mendorong para ahli kesehatan terkemuka seperti Prof Tim Spector dari King's College London mendesak masyarakat untuk mengambil tindakan sendiri dan bertindak atas tanda-tanda bahaya Covid-19.