Kamis 04 Jan 2024 00:17 WIB

Penderitanya Sudah Sembuh, Covid-19 Masih Bisa Sebabkan Cedera Otak Berkelanjutan

Covid-19 dapat memunculkan sejumlah masalah pada berbagai area tubuh.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan bersin (ilustrasi). Bersin-bersin bisa menjadi salah satu gejala Covid-19, terutama yang disebabkan oleh varian baru.
Foto: Freepik
Perempuan bersin (ilustrasi). Bersin-bersin bisa menjadi salah satu gejala Covid-19, terutama yang disebabkan oleh varian baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski umumnya menyerang saluran pernapasan, Covid-19 juga dapat memunculkan sejumlah masalah pada berbagai area tubuh lain. Pada otak, misalnya, Covid-19 diketahui dapat memicu kerusakan secara berkelanjutan hingga beberapa bulan setelah infeksi terjadi.

Temuan ini diungkapkan dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada jurnal Nature Communications. Melalui studi ini, tim peneliti melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap 800 pasien asal Inggris yang dirawat di rumah sakit akibat Covid-19.

Baca Juga

Setengah dari pasien tersebut mengalami masalah neurologis yang baru setelah terkena Covid-19. Tim peneliti lalu melakukan pemeriksaan terhadap penanda cedera otak, protein serum peradangan, antibodi, serta protein cedera otak pada seluruh pasien.

Hasil studi menunjukkan bahwa para pasien memproduksi lebih banyak protein peradangan ketika masih positif Covid-19. Dalam kondisi masih positif, para pasien juga memiliki penanda cedera otak pada darah yang lebih tinggi.

Yang cukup mengejutkan, beberapa bulan setelah pasien dinyatakan sembuh dari Covid-19, mereka masih memiliki penanda pada darah yang mengindikasikan adanya cedera otak yang masih berlangsung. Padahal, hasil pemeriksaan tes peradangan darah rutin tidak menunjukkan adanya peradangan pada pasien.

Menurut tim peneliti, kondisi seperti ini paling banyak ditemukan pada pasien Covid-19 yang juga terkena masalah neurologis selama sakit. Sebagai contoh, pasien yang mengalami komplikasi otak yang dipicu oleh Covid-19.

"Ini mengindikasikan adanya kemungkinan peradangan dan cedera yang terus berlanjut di dalam otak, yang tak bisa terdeteksi oleh tes darah untuk peradangan," ungkap Direktur Infection Neuroscience Laboratory di University of Liverpool, Benedict Michael PhD, seperti dilansir WebMD pada Rabu (3/1/2024).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement