REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, mengatakan, pandemi COVID-19 telah membuat anak penyandang disabilitas dengan ragam autis mengalami kesulitan untuk mendapatkan hak pendidikan. "Kondisi pandemi COVID-19 juga secara tidak langsung semakin menyulitkan anak-anak penyandang autis di Indonesia mendapatkan hak pendidikan di sekolah formal yang mengakomodasi kebutuhan khusus mereka," kata Nahardi Jakarta, Rabu (23/2/202).
Nahar menyampaikan pernyataan itu dalam webinar bertajuk "Bimbingan Teknis Perlindungan dan Pemberian Akomodasi yang Layak Bagi Anak Penyandang Disabilitas dengan Ragam Autis di Sekolah Inklusi/ Sekolah yang Memiliki Peserta Didik Penyandang Disabilitas Ragam Autis di Wilayah Indonesia Barat". Lebih lanjut dikatakannya, hal tersebut terlihat dari data jumlah siswa autis pada sekolah luar biasa tahun 2020/2021 yang hanya berjumlah 889 siswa, jauh menurun jika dibandingkan dengan data tahun 2019/2020 yang berjumlah 16.987 siswa. Akses pendidikan yang sulit ini disebabkan pelaksanaan pembelajaran daring yang diterapkan oleh mayoritas sekolah.
"Akses pendidikan bagi mereka makin sulit saat memasuki masa pandemi karena mayoritas sekolah melaksanakan pembelajaran daring yang tanpa interaksi fisik secara dekat antara guru dan siswa," kata Nahar.
Padahal menurutnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, anak autis juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak lainnya. "Anak yang menyandang autis atau anak dengan kebutuhan khusus berhak mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak sesuai dengan kemampuan dan juga potensi yang ada dalam diri," imbuhnya.
Nahar menambahkan, meskipun anak autis memiliki kelainan perilaku atau perkembangan perilaku-nya tidak secepat anak lainnya, namun perlu diberikan kesempatan belajar sehingga mereka dapat menguasai kemampuan untuk hidup mandiri saat dewasa kelak.