Kamis 27 Jan 2022 00:28 WIB

Eric Clapton Yakin Banget Masyarakat Mau Divaksinasi Akibat Terhipnotis

Gitaris legendaris Eric Clapton telah mendapatkan vaksin Covid-19.

Rep: Umi Nur Fadhilah, Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Gitaris legendaris yang antivaksin Covid-19, Eric Clapton, merilis lagu This Has Gotta Stop.
Foto:

Clapton mengatakan, rekan sepemikirannya, Morrison (76 tahun) juga mengeluh bahwa dia tidak diizinkan untuk secara bebas menolak persyaratan vaksin Covid-19. Musisi pemenang Grammy Awards itu menyebut, keluarga dan teman-temannya menjadi takut.

Clapton juga mengakui tak lagi menjadikan media berita sebagai sarana mencari informasi. Menurutnya, media massa bertindak mengikuti perintah dan patuh terhadap perintah.

Dengan pandangan politiknya itu, Clapton secara bercanda menyebut tentang kehilangan kontak dengan teman dan keluarganya. Ia mengatakan, keluarga dan teman menganggapnya gila.

"Selama setahun terakhir, ada banyak yang menghilang," kata pelantun "Wonderful Tonight" itu.

Clapton mengatakan, komunitas musik juga telah mengasingkannya. Ia jadi jauh dengan sesama musisi meski telah mencoba untuk menjangkau mereka.

"Ponsel saya tidak sering berdering. Saya tidak lagi mendapatkan banyak pesan teks dan e-mail," ujar dia.

Sementara itu, Clapton diketahui memberikan dukungannya terhadap aktivis anti vaksin lainnya. Dia menyumbangkan lebih dari 1.300 dolar AS (sekitar Rp 18 juta) kepada grup rock Inggris yang didenda karena melanggar protokol Covid-19 saat pertunjukan pada 2021.

Selain karyanya dengan Morrison, Clapton juga merilis lagu "This Has Gotta Stop" pada tahun lalu. Isinya tetap pesan anti vaksinasi.

Sementara itu, sebuah studi baru melaporkan bahwa gejala depresi meningkat tiga kali lipat selama pandemi Covid-19. Mereka yang mengalami gejala depresi, cenderung lebih percaya informasi yang salah tentang vaksin dan kecil kemungkinannya untuk mau divaksinasi.

Korelasi yang ditemukan oleh studi yang dipublikasikan di JAMA Network Open tersebut, tidak membeda-bedakan keyakinan politik atau kelompok demografis. Para peneliti menekankan bahwa orang yang depresi tidak boleh dirundung atas keyakinannya pada informasi salah, malah seharusnya dia diperlakukan sebagai kelompok rentan.

Salah satu hal penting yang perlu diketahui, depresi bisa menyebabkan seseorang melihat dunia secara berbeda. Mereka menjadi tidak optimistis.

"Jika Anda sudah berpikir dunia adalah tempat yang berbahaya, Anda mungkin lebih cenderung percaya bahwa vaksin itu berbahaya, meskipun sebenarnya tidak demikian," jelas penulis utama Roy H Perlis dari di Massachusetts General Hospital, Amerika Serikat, dikutip laman Express, Rabu (26/1/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement