Selain terapi antibodi monoklonal, penanganan infeksi penyakit akibat virus bisa juga dengan mengandalkan obat-obat penekan imun pada level yang menguntungkan. Saat ini, beberapa negara sudah mendapatkan persetujuan tentang molnupiravir untuk menurunkan risiko penyakit memberat dan rawat inap di rumah sakit, kemudian kombinasi obat ritonavir dan nirmatrelvir, yakni dalam bentuk oral sehingga bisa diberikan dini.
"Bisa diberikan pada pasien gejala ringan sampai sedang, menurunkan mortalitas hingga 80 persen," kata Ceva.
Sementara itu, ada sejumlah antivirus yang awalnya dipakai, namun saat ini tercatat sudah tidak lagi direkomendasikan antara lain hydroxychloroquine dan ivermectin. Lebih lanjut, Ceva mengatakan, setelah memberikan antivirus dokter juga harus mempertimbangkan strategi memberikan obat untuk merangsang antibodi atau berupa antibodi, seperti plasma konvalesen, yakni plasma dari orang sudah sembuh yang sudah memiliki antibodi terhadap penyakit.
Menurut Ceva, hasil pengobatannya bisa bervariasi. Salah satunya bisa memperkecil risiko kematian pasien dengan catatan titer imunoglobulin antibodi di dalam serum harus sangat tinggi.
Di sisi lain, obat antiperadangan untuk menekan reaksi berlebihan tubuh termasuk immunodobulator juga diperlukan. Demikian juga dengan terapi-terapi suportif untuk mempertahankan hidup pasien, seperti cairan, nutrisi, dan oksigenisasi.