REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Film yang banyak diapresiasi tidak selalu sejalan dengan kesuksesan komersial. Kondisi demikian bisa terjadi pada sinema apapun, termasuk untuk film besutan studio animasi sekaliber Pixar.
Dalam dekade terakhir, Pixar telah memantapkan statusnya sebagai produsen film berkualitas. Salah satu indikatornya, deretan karya film Pixar mayoritas punya penilaian baik di laman ulasan dan kritik Rotten Tomatoes, yakni rata-rata 92 persen.
Hingga kini, studio milik Disney itu sudah merilis 23 film layar lebar, termasuk film terlaris Toy Story, Finding Nemo, dan The Incredibles. Dari semua filmnya, hanya Cars 2 yang punya nilai buruk di mata kritikus, dengan rating Tomatometer 49 persen.
Ada resep khusus di balik kesuksesan Pixar. Selain memelopori terobosan teknologi visual, perusahaan ini pun dikenal memelihara proses kreatif kolaboratif yang mengutamakan ide-ide berani dan tidak konvensional, alih-alih formula yang telah diuji.
Salah satu pendiri Pixar, Ed Catmull, menuliskan itu dalam memoarnya yang rilis pada 2014, Creativity Inc. "Keaslian itu rapuh. Dunia sering kali tidak ramah terhadap bakat baru, kreasi baru. Tugas kita adalah melindungi 'bayi' kita agar tidak dinilai terlalu cepat. Tugas kita adalah melindungi yang baru," tulisnya.
Komitmen terhadap orisinalitas menjadi cetak biru yang andal untuk menghasilkan kesuksesan dari memperdagangkan nostalgia memikat hati dan kesenangan. Konten film Pixar secara terbuka memanjakan basis penggemar dari segala usia, menggunakan konsep lucu untuk menggali pelajaran hidup yang menyentak tentang tumbuh dewasa.
Selain reputasinya menghasilkan film yang diakui secara kritis, Pixar telah mencapai kesuksesan finansial yang mengejutkan. Pendapatan box office globalnya rata-rata sebesar 587 juta dolar AS (sekitar Rp 8,32 triliun).
Tahun ini, sayangnya ada satu pengecualian yang membuktikan film Pixar tak selalu sukses secara komersial. Ketika pandemi Covid-19 membuat aturan menonton di bioskop semakin rumit, rilisan terbaru Pixar bernasib buruk.
Film Luca yang hadir di bioskop sekaligus dirilis di Disney+ pada Juni 2021 tercatat memiliki pendapatan terendah dibandingkan deretan sinema lain. Kisahnya menyoroti monster laut bernama Luca (Jacob Tremblay) yang memimpikan kehidupan di daratan.
The Numbers melaporkan, total pendapatan film itu di bioskop hanya 40,7 juta dolar AS (sekitar Rp 584 miliar). Sementara, situs Box Office Mojo mencatat total penghasilan film sebesar 49,8 juta dolar AS (sekitar Rp 715 miliar).
Mungkin mudah untuk menyalahkan Covid-19 atas status kegagalan komersial Luca. Kehadiran langsung di Disney+ tanpa jeda dari penayangan bioskop membuat sulit untuk menilai berapa banyak pemirsa yang benar-benar menonton Luca di bioskop.
Akan tetapi, film Pixar lain yang dirilis pada puncak pandemi, Soul dan Onward, meraup pendapatan dari tiket bioskop yang lebih besar daripada Luca. Meskipun, Luca cukup diapresiasi dengan penilaian 91 persen di Rotten Tomatoes.
Terlepas dari kesuksesan kritisnya, tidak semua kritikus percaya Luca benar-benar mewakili kemampuan kreatif yang layak. Meskipun kemegahan visualnya mengemuka, sebagian kritikus menyoroti kisah yang mudah ditebak dan premis cerita yang serupa dengan The Little Mermaid.
Menurut laman The Guardian, film Luca punya pesona tersendiri yang tak terbantahkan, tetapi tidak memiliki daya cipta khas yang menandai film papan atas Pixar. New York Times mencatat adanya landasan tematik yang akrab, membandingkan dengan animasi lain tentang laut seperti Moana dan Finding Nemo.
Dengan berbagai pendapat itu, Disney+ tetap merilis sekuel spin-off berdurasi pendek dari Luca, dengan judul Ciao Alberto. Tayangan yang rilis pada November itu khusus menceritakan sahabat Luca, Alberto (Jack Dylan Grazer), dilansi di laman Looper, Kamis (9/12).