REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi teranyar lintas bidang mencoba mendalami pengaruh pola makan pada anak. Secara ketat, penelitian meninjau kondisi anak berusia 5-10 tahun yang vegan, vegetarian, dan pemakan daging.
Secara umum, kategori pemakan daging adalah anak yang menyantap aneka produk daging dan juga nabati. Vegetarian menyantap produk nabati saja, sedangkan vegan lebih ketat karena meniadakan konsumsi daging, ikan, unggas, telur, dan susu.
Riset yang terbit di American Journal of Clinical Nutrition itu menemukan anak dengan pola makan vegan memiliki profil kardiovaskular yang lebih sehat. Akan tetapi, tubuhnya cenderung lebih pendek dan kekurangan mineral tulang.
Studi mengamati 187 anak sehat berusia antara 5-10 tahun (60 vegetarian, 52 vegan, dan 72 pemakan daging). Pola makan vegan juga menunjukkan tingkat lipoprotein densitas rendah tercatat 25 persen lebih kecil dibandingkan pemakan daging.
Sementara, profil kardiovaskular anak vegetarian secara tak terduga lebih dekat dengan pemakan daging. Glukosa puasa rata-rata yang lebih tinggi, kolesterol VLDL, dan trigliseridanya hampir sama, sehingga mengejutkan para peneliti.
Penulis utama studi, Małgorzata Desmond, mengaku semula kaget dengan profil kesehatan kardiovaskular yang buruk dari anak vegetarian. Setelah ditinjau kembali, terlihat penyebabnya dari data pengaturan pola makan anak.
"Mereka makan jenis diet nabati yang relatif diproses, dengan tingkat serat dan gula yang kurang sehat dibandingkan dengan vegan. Menu nabati saja tidak menjamin kesehatan, tetap harus memilih makanan yang benar-benar sehat," ujarnya.
Sisi negatif dari pola makan vegan ada pada aspek pertumbuhan. Rata-rata anak vegan tingginya tiga sentimeter lebih pendek daripada anak-anak lain. Mereka lebih mungkin kekurangan vitamin B-12, dan memiliki kandungan mineral tulang 4-6 persen lebih rendah.
Desmond menjelaskan, anak vegan memiliki asupan nutrisi menu nabati yang tidak diproses, membuat lemak tubuh lebih rendah dan profil risiko kardiovaskular lebih aman. Di sisi lain, asupan protein, kalsium, vitamin B12, dan vitamin D menjadi lebih rendah.
Menurut peneliti, kekurangan nutrisi pada kelompok anak vegan dapat diatasi dengan pemberian suplemen. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah ada hubungan sebab akibat antara pola makan vegan dan gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
Akan tetapi, para peneliti belum mengetahui apakah perbedaan tinggi badan akan bertahan hingga dewasa, atau hanya di masa kanak-kanak sampai remaja. Belum diketahui juga apakah ada implikasi untuk kesehatan jangka panjang.
Peneliti lain dalam studi, Jonathan Wells, mendukung peningkatan pergeseran global ke pola makan nabati. Tidak hanya dari perspektif kesejahteraan hewan, tetapi juga untuk mengurangi dampak produksi daging massal terhadap kelestarian lingkungan.
Ilmuwan dari University College London itu menyarankan edukasi gizi bagi keluarga yang menerapkan pola makan nabati. Menurut Wells, penelitian yang digagas timnya perlu diimbangi informasi kepada masyarakat tentang bagaimana makan sehat tanpa aneka produk hewani.
"Ini sangat relevan untuk anak-anak, karena mereka mungkin memiliki kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi saat tumbuh. Kami bertujuan melakukan penelitian lebih lanjut, untuk membantu memaksimalkan manfaat kesehatan pola makan nabati pada anak-anak," kata Wells, dikutip dari laman New Atlas, Selasa (8/6)