Kamis 05 Nov 2020 20:40 WIB

Waspada, Mulai Banyak Anak Kena Diabetes

Di Asia, anak usia lima hingga 15 tahun sudah mulai banyak yang terkena diabetes.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Bekal makanan sehat untuk anak (ilustrasi).  Makanan tidak sehat memicu obesitas dan juga diebets di usia muda.
Foto: Republika/Prayogi
Bekal makanan sehat untuk anak (ilustrasi). Makanan tidak sehat memicu obesitas dan juga diebets di usia muda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Diabetesi yang biasanya identik dengan usia lanjut, kini mulai banyak diderita anak-anak. Di Asia, anak usia lima hingga 15 tahun sudah mulai banyak yang terkena diabetes.

Di samping faktor genetik, lingkungan juga menjadi penyebab anak bisa menderita penyakit yang sebelumnya lebih rentan bagi usia di atas 40 tahun. Faktor lingkungan dan perilaku termasuk pola makan dan malas bergerak.

Baca Juga

"Kuncinya ibu sediakan makanan sehat di rumah, makan di luar pun memilih,” ungkap Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dalam acara World Diabetes Day 2020, Peduli Diabetes Bersama Diabetasol, “Sayangi Dia”, Selasa (3/11).

Suastika merekomendasikan agar mengindari makan dengan banyak lemak jenuh dan tinggi garam. Makanan tidak sehat memicu obesitas dan juga diebetes di usia muda. Konsumsi buah yang manis juga perlu sewajarnya, tidak berlebihan.

Pada kesempatan yang sama, Executive Committee Member International Diabetes Federation (IDF) Western Pacific Region (2009-2011 dan 2012-2015) Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, Sp.PD, KEMD, FACE, mengatakan, keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk melaksanakan upaya kesehatan. Upaya yang dapat dilakukan keluarga diabetesi antara lain melakukan perencanaan makan, perencanaan olahraga, pengaturan obat, dan edukasi.

Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah upaya keluarga dalam mengatur pola makan sehat dan gizi seimbang. Demikian juga dengan ajakan berolahraga.

“Hasil penelitian terkait dukungan keluarga yang positif, mengarah pada kontrol gula darah yang lebih baik 42,2 persen memiliki gula darah yang lebih terkontrol,” paparnya.

Sidartawan menjelaskan bahwa berdasarkan data IDF, sebanyak 90 persen diabetesi adalah pasien diabetes tipe 2 atau diabetes melitus. Kenaikan jumlah diabetesi tipe 2 ini didorong oleh kondisi saling memengaruhi yang kompleks antara pertumbuhan sosio-ekonomi, demografis, lingkungan, dan faktor genetis.

Kontributor utama lainnya termasuk arus urbanisasi, populasi penduduk yang menua, berkurangnya aktivitas fisik di tengah masyarakat urban, dan meningkatnya obesitas, serta kelebihan berat badan. Menurut Sidartawan, tingginya jumlah diabetesi membuat pengendalian diabetes membutuhkan perhatian semua orang dan juga kebijakan nasional dengan pendekatan terintegrasi.

Kehadiran komunitas masyarakat sadar diabetes dan keluarga peduli diabetes dibutuhkan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan masyarakat dalam mengendalikan diabetes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement