REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan kesuburan atau infertilitas bisa disebabkan oleh banyak faktor. Namun, ada sekitar 10 persen kasus infertilitas yang penyebabnya tak diketahui. Kondisi tersebut dikenal sebagai unexplained infertility atau infertilitas idiopatik.
Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah satu tahun melakukan hubungan seksual teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Pada kasus infertilitas idiopatik, pasangan dengan gangguan kesuburan sudah melakukan pemeriksaan lengkap seperti pemeriksaan analisis semen, penilaian fungsi ovulasi, dan uji patensi tuba. Semua pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal namun pasangan tetap tidak bisa mencapai kehamilan.
Meski penyebab infertilitas tak diketahui, bukan berarti pasangan dengan infertilitas idiopatik tak bisa memiliki keturunan. Tingkat kehamilan secara spontan pada pasangan dengan infertilitas idiopatik bahkan lebih tinggi dibandingkan pasangan dengan infertilitas yang penyebabnya diketahui.
"Penelitian menunjukkan angka kehamilan secara spontan terjadi sebanyak 13-15 persen pada percobaan tahun pertama," ujar dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi dan reproduksi RS Pondok Indah - IVF Centre dr Gita Pratama SpOG-KFER MRepSc dalam penjelasan yang disampaikan via email.
Menurut penelitian, angka kehamilan tersebut meningkat menjadi 35 persen pada percobaan tahun berikutnya. Akan tetapi, lanjut dr Gita, angka kehamilan spontan akan terus menurun dengan durasi infertilitas lebih dari tiga tahun dan pada pasangan yang wanitanya berusia di atas 30 tahun.
Ada beberapa terapi penanganan yang dapat membantu pasangan dengan infertilitas idiopatik untuk mencapai kehamilan. Berikut ini adalah tiga di antaranya seperti disampaikan oleh dr Gita.
Manajemen Ekspektatif
Tingkat kehamilan spontan pada pasangan dengan infertilitas idiopatik cukup tinggi. Oleh karena itu, pasangan dengan infertilitas idiopatik disarankan untuk melakukan hubungan teratur 1-2 hari sekali pada masa subur, yaitu 10-17 hari setelah hari pertama haid terakhir. Manajemen ekspektatif ini terutama dapat dilakukan pada pasangan dengan usia perempuan di bawah 35 tahun.
"Dan usia pernikahan di bawah dua tahun," pungkas dr Gita.