Ahad 11 Oct 2020 03:07 WIB

Layanan Streaming, Tantangan dan Peluang Perfilman

Kehadiran streaming film di tengah pandemi memicu berkurangnya kunjungan ke bioskop.

Warga menonton film karya sineas Indonesia di salah satu aplikasi perangkat elektronik di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Selasa (5/5). Menikmati film-film terbaru baik lokal maupun impor sekarang tidak harus ke bioskop, tapi cukup dengan beberapa kali sentuhan jari di smartphone dan perangkat mobile lainnya, PC, atau dengan TV pintar Android yang sekarang sudah beredar luas.
Foto:

Tantangan atau peluang?

Menjamurnya layanan streaming, tantangan atau peluang? Jawabannya, dua-duanya. Tantangan, karena kemajuan teknologi yang diikuti perubahan gaya hidup orang-orang di era digital berikut keinginan dan permintaannya yang terus berkembang harus dijawab oleh para pelaku industri perfilman atau sineas.

Terlindas atau beradaptasi menjadi pilihan yang harus segera dijawab oleh para sineas Indonesia. Bukan saja beradaptasi dengan platform yang banyak digunakan dan disukai penggemar film, tapi juga bersedia melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam berproduksi, efisiensi biaya, hingga penentuan ide cerita yang setidaknya layak bersaing dengan film-film dan drama impor.

Kekuatan persaingan dalam kualitas film yang diproduksi sangatlah penting, karena dengan platform digital, mau tidak mau film-flim lokal bakal bercampur dalam satu etalase dengan film-film asing yang pelanggan layanan streaming bebas memilihnya untuk ditonton atau tidak.

Belum lagi soal bahwa pendapatan film dari layanan streaming mungkin tidak sebesar ketika pasar bioskop ramai seperti tahun-tahun lalu sebelum pandemi, tantangan yang juga harus dijawab dengan tetap membuat karya-karya berkualitas yang mengundang orang tetap antusias mendatangi tempat-tempat pemutaran film layar lebar.

Sebagaimana diungkapkan Produser Base Entertainment, Shanty Harmain yang mengatakan pemasukan dari distribusi film lewat platfrom streaming digital selama pandemi Covid-19 tidak bisa menggantikan pemasukan dari penayangan film di bioskop dalam bisnis perfilman Indonesia.

Bioskop adalah elemen sangat penting dalam industri perfilman karena selama ini pemasukan terbesar dari model bisnis perfilman Indonesia ada di distribusi via bioskop. Menyikapi itu, artinya dari sisi bioskop juga harus berbenah. Bioskop tidak hanya sekadar penyedia layar pertunjukan film, tapi juga sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan. Mengintegrasikan bioskop dengan sarana hiburan lain menjadi keniscayaan, atau melengkapinya dengan teknologi-teknologi visual terbaru, realitas virtual (VR), 3D, hingga gambar dan sound system yang berkualitas tinggi serta tata ruang yang memberikan pengalaman berbeda bagi penonton.

photo
Pengunjung mengambil tiket di mesin tiket bioskop CGV Cinemas di Bandung Electronic Center, Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Jumat (9/10). Foto: Abdan Syakura/Republika - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Beralih ke soal peluang, layanan streaming diharapkan menjadi saluran tambahan bagi industri perfilman dalam meraih pendapatan lebih banyak. Dalam hal jangkauan, dengan layanan streaming yang secara teknologi pada dasarnya mampu menjangkau seluruh dunia, bisa menjadi pintu masuk bagi talenta dan sineas Indonesia untuk dikenal bahkan menjadi idola di negara lain. Ingat apa yang dialami dan dilakukan oleh pelaku industri hiburan Korea Selatan.

Mengawinkan film dengan kekayaan budaya dan alam Indonesia mungkin bisa menjadi cara efektif dalam mengangkat Indonesia sebagai negara destinasi wisata yang menyenangkan, juga sebagai sarana mempopulerkan karya-karya kreatif anak bangsa tidak hanya dalam bidang fesyen, kesenian, musik, lingkungan, tapi banyak lagi lainnya.

Dengan keseriusan dan ide-ide berkarya cemerlang, serta banyak platform yang tersedia sebagai saluran distribusi, era digital merupakan peluang besar yang harus ditangkap. Bermodalkan ide-ide berbasiskan kearifan dan budaya lokal yang eksotik, dipadukan dengan kekayaan serta keindahan alam tanah air, semua harus optimistis bahwa masa depan perfilman Indonesia bakal tetap hidup dan berjaya, bukan saja di negeri sendiri tapi juga di tingkat internasional.

Upaya Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo juga terus mendorong berkembangnya layanan-layanan OTT karya anak bangsa, dengan terus mempersiapkan ekosistem ditigal yang kondusif, dari mulai perluasan akses internet melalui program Palapa Ring di seluruh tanah air, hingga literasi digital dan beasiswa untuk menciptakan talenta-talenta digital melalui program Digital Talent Scholarship.

Kominfo juga sedang memformulasikan aturan untuk layanan OTT dengan tujuan di antaranya melindungi industri domestik agar tetap bisa tumbuh dan terjaga dengan baik, meskipun tetap tidak menghilangkan hak-hak masyarakat untuk bisa mendapatkan layanan terbaik dari OTT.

Selain aturan yang rigid dan fleksibel, ada pilihan untuk membuat aturan yang bersifat progresif dan sui generis (aturan khusus untuk hal yang bersifat spesifik atau unik), atau bisa juga integratif.

Sui generis artinya akan ada undang-undang tersendiri yang mengatur tentang OTT, sedangkan integratif berarti aturan OTT akan dimasukkan ke dalam UU Telekomunikasi atau UU Penyiaran yang baru, atau UU terkait lainnya.

Kementarian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sebagai lembaga yang membidangi industri kreatif, juga terus mendorong industri kreatif jeli memanfaatkan peluang era digital.

 

Belum lama ini, bekerja sama dengan Persatuan Karyawan Film Televisi Indonesia menyelenggarakan SCENE (Marterclass Pengembangan Skenario Film TV dan OTT) dalam upaya mendorong pelaku ekonomi kreatif membuat konten yang semakin berkualitas baik untuk konten TV, film, maupun OTT.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement