REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy mengingatkan bahaya merokok terhadap keluarga. Ia menyampaikan bahwa kebiasaan merokok di lingkungan keluarga bisa berdampak terhadap kekerdilan (stunting) pada anak.
"Kebiasaan merokok di lingkungan keluarga, baik suami maupun istri bisa berpengaruh terhadap stunting, karena stunting ini serangannya dimulai ketika anak berada dalam kandungan," kata Muhadjir saat menjadi pembicara kunci dalam webinar yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Magelang (Unima) dengan tema "Indonesia Merdeka-Refleksi Tanggung Jawab Pemerintah dalam Penanganan Covid-19 serta Pengendalian Tembakau dalam pencapaian tujuan SDGs" di Magelang, Selasa.
Muhadjir mengatakan, sudah terbukti bahwa ibu perokok juga berpengaruh terhadap janin. Suami perokok juga menciptakan perokok pasif bagi istri yang akan berpengaruh terhadap janin.
"Kalau janinnya sudah terpapar rokok, jangan berharap pertumbuhan berikutnya sempurna, ketika anak sudah sampai pada usia produktif," katanya.
Menurut Muhadjir, ancaman rokok menjadi salah satu faktor yang bisa menghambat upaya membangun manusia Indonesia, yaitu manusia produktif, berdaya saing tinggi, memiliki kemampuan intelektual, maupun kemampuan kecakapan keterampilan yang baik serta akhlak yang mulai. Oleh karena itu, kebiasaan baik perlu ditanamkan pada anak usia antara 3 hingga 5 tahun.
Menurut Muhadjir, salah satu pembiasaan yang sangat berbahaya adalah ketika anak-anak mulai melihat orang tuanya atau tetangganya merokok, bahkan mungkin mereka juga mulai mencoba-coba merokok jadi faktor kebiasaan. Ia pun menanggap penting pengenalan tentang bahaya merokok sejak dini.
Menurut Muhadjir, anak-anak akan mulai mencoba merokok ketika melihat ada yang merokok di keluarganya atau siapa saja yang punya pengaruh signifikan terhadap anak itu. Usia perokok cilik terpantau dimulai dari tingkat SD.
"Saya ada pengalaman masa kecil, saya punya saudara dinas sebagai pelaut waktu itu kalau pulang sering membawa rokok, saya sering diajari merokok, jadi saya mulai tertarik merokok pada usia SD. Ini pengalaman saya, contoh yang tidak baik," katanya.
Muhadjir merasa bersyukur dirinya tidak jadi perokok. Terlebih, ia dibesarkan di lingkungan keluarga yang bukan perokok. Lantas, semasa remaja, ia ikut bela diri dan gurunya tidak mengizinkan muridnya merokok.
"Hal tersebut kemudian membuat saya menjadi orang bukan perokok. Ini perlu saya sampaikan, karena penting pada usia anak tersebut yang namanya contoh, keteladanan yang baik terutama untuk sikap negatif terhadap perokok itu penting ditanamkan sejak anak usia dini," katanya.