Kamis 21 May 2020 01:30 WIB

Sineas Gambarkan Kengerian di Ruang Gawat Darurat Italia

Sineas pembuat Inside Italy’s COVID War pernah memproduksi dokumenter Ebola.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Film berjudul Inside Italy’s COVID War yang menggambarkan perjuangan melawan Covid-19 ditayangkan di program
Foto: Angelo Carconi/EPA
Petugas medis berjalan di Roma saat Italia tengah dilanda virus corona. Film berjudul Inside Italy’s COVID War yang menggambarkan perjuangan melawan Covid-19 ditayangkan di program

REPUBLIKA.CO.ID, CREMONA -- Sineas Italia Sasha Joelle Achilli membuat film dokumenter yang menggambarkan apa yang terjadi di instalasi gawat darurat (IGD) negaranya. Film berjudul Inside Italy’s COVID War itu sudah ditayangkan di program "Frontline" di saluran PBS, Selasa (19/5).

Tayangan berfokus pada krisis yang dilihat dari sudut pandang Francesca Mangiatordi, dokter yang bertugas di IGD Rumah Sakit Cremona di Italia Utara. Apa yang dihadapi Mangiatordi dalam tayangan bisa jadi dihadapi pula oleh tenaga medis seluruh dunia di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga

Dokter memanggil berbagai penyedia perawatan, bahkan memohon pasokan tempat tidur kosong untuk menempatkan pasien corona yang berjubel di IGD. Pada satu titik, Mangiatordi dengan cemas bertanya-tanya apakah ada cukup dokter karena banyak dari mereka jatuh sakit.

Bukan hanya potret heroik Mangiatordi dan tim saat bertugas, Achilli memasukkan pula unsur personal dalam filmnya. Dia merekam saat sang dokter pulang ke rumah tapi tidak bisa bersentuhan dengan suami dan putri 11 tahun yang menangis sedih.

Merekam langsung aktivitas Mangiatordi di tengah krisis adalah keberuntungan.  Kolaborasi Achilli dengannya bermula ketika sang sutradara melihat foto tenaga medis yang kelelahan beredar secara daring. Achilli dan "Frontline" segera tergerak untuk mendokumentasikannya.

"Kolaborasi ini membutuhkan kualitas khusus, membangun kedekatan dan rasa percaya. Kepercayaan seperti itu biasanya perlu waktu lama, tetapi Sasha mampu membangunnya dengan sangat cepat," kata produser eksekutif "Frontline", Raney Aronson-Rath.

Kamera Achilli juga menangkap seorang perempuan berusia 30 tahun yang duduk sendirian di kursi roda. Sang suami datang dan mengatakan bahwa rontgen paru istrinya tidak terlihat bagus.

"Rasanya seperti mimpi buruk," kata perempuan itu.

Kisah lain yang menyentuh, tentang Mattia yang masih berusia 18 tahun. Dia sangat takut mati, hampir tidak bisa melakukan panggilan video dengan ibunya sebelum proses intubasi.  Para perawat mengira dia tidak akan selamat, tetapi dia sembuh dan prosesnya amat emosional.

Menonton film dokumenter ini cukup menerbitkan perasaan haru yang mendalam.  Secara kebetulan, menurut Achilli, karakter yang dia sorot menunjukkan kisah-kisah yang menyentuh, sekaligus memberikan kekuatan bagi penonton di tengah pandemi.

 

Achilli dapat merasakan kesedihan yang dirasakan para pasien, dokter, dan banyak orang lain. Kediaman ayah Achilli hanya berjarak satu jam dari lokasi syuting, tapi sejak awal pandemi hingga kini dia belum menjumpainya sebab khawatir menjadi pembawa virus.

Selama syuting, Achilli dan mitranya berusaha melindungi diri dengan baik dengan pemakaian alat pelindung diri (APD) serta cara-cara preventif lain. Usai syuting, Achilli menyelesaikan film dan melakukan penyuntingan dengan bekerja dari kediamannya di London, Inggris. 

Sebelum ini, dia pernah membuat tayangan dokumenter tentang virus Ebola, berjudul Outbreak rilisan 2015. Dulu, Achilli menghabiskan empat bulan di Afrika untuk membuatnya. Menurut dia, pandemi Covid-19 kali ini jauh lebih mengerikan.

Setelah melihat apa yang sebenarnya terjadi di layanan kesehatan, Achilli paham mengapa pembatasan sosial serta lockdown sangat penting untuk mengendalikan penyebaran. Dia meminta warga dunia tetap kooperatif meski merasa terkurung di rumah.

Achilli mengerti banyak orang menganggap kebebasannya direnggut. Banyak orang tidak terbiasa hidup dengan kondisi saat ini dan kesal dengan aturan ketat yang dibuat pemerintah. Tapi semua pemikiran itu akan berubah saat melihat langsung apa yang dialami tenaga medis.

"Saya berharap ini memberi kekuatan pada orang-orang. Saya pikir kita membutuhkan kekuatan sekarang. Kita semua hidup bersama dalam karantina dan tidak melihat apa yang sebenarnya terjadi," kata Achilli, dikutip dari laman AP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement