REPUBLIKA.CO.ID, Seorang perempuan pengguna rokok elektrik didiagnosa mengalami luka langka pada paru-parunya. Penyakit tersebut lazim ditemukan pada pekerja pabrik logam. Dalam Jurnal European Respiratory disebutkan, perempuan berusia 49 tahun yang tidak mau diungkapkan namanya itu sakit lantaran vape.
Logam Keras, Pneumoconiosis yang ditemukan itu dapat menyebabkan luka permanen yang mengakibatkan kesulitan bernapas, dan batuk kronis, sebagaimana dilansir Sky News, Kamis (5/12).
Wanita tersebut mengaku mengoleskan minyak ganja pada vape-nya. Para peneliti kemudian menguji vape milik si pasien, mereka mendapatkan kobalt dan logam beracun lainnya seperti nikel, aluminium, mangan, timbal, dan kromium. Logam tersebut diperkirakan berasal dari uap yang dihasilkan oleh kumparan panas dalam vape.
Salah satu penulis jurnal tersebut, Kirk Jones mengatakan, logam tersebut didiagnosis setelah ia melakukan uji sampel jaringan paru-paru si pasien. "Pasien ini tidak terpapar logam keras, jadi kami mengidentifikasi penggunaan e-rokok sebagai kemungkinan penyebabnya," kata Professor Patologi Klinis dari Universitas California, Kirk.
Kirk mengatakan, masyarakat seringkali mencari alternatif untuk merokok. Namun, pada kenyataannya terdapat zat-zat yang berbahaya.
Rekan penulis, Rupal Shah, mengatakan paparan debu kobalt sangat jarang ditemukan di luar industri. Menurutnya, kasus tersebut adalah yang pertama ditemukan. Ia menegaskan, peradangan tersebut sulit terdeteksi hingga pengguna vape mengalami luka yang tidak dapat dipulihkan.
Kemudian, European Respiratory Society, mengatakan mereka tidak menyarankan bahwa vape adalah alat bantu yang aman untuk berhenti merokok. Bahkan Profesor Kedokteran Pernafasan di Universitas Manchester, Jorgen Vestbo menyatakan, rokok elektrik justru menimbulkan kecanduan nikotin. "Berdasarkan bukti, tidak dapat menggantikan alat berhenti merokok," kata Jorgen.