Kamis 21 Nov 2019 15:50 WIB

Kiat Kopi Es Tak Kie Bertahan di Luar Glodok

Kopi Es Tak Kie ingin lebih mengenalkan diri konsumen muda di mal atau bazar.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Indira Rezkisari
Kopi Tak Kie cuma satu dari sederet ragam kuliner yang bisa dicicipi di Gang Gloria, Glodok, Jakarta..
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Kopi Tak Kie cuma satu dari sederet ragam kuliner yang bisa dicicipi di Gang Gloria, Glodok, Jakarta..

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedai kopi modern terus bermunculan di mana-mana. Menawarkan tempat kekinian untuk berkumpul generasi milenial.

Begitu juga dengan Kopi Es Tak Kie yang sudah berdiri sejak 1927. Berawal dari sebuah tenda pinggir jalan, Kopi Tak Kie berhasil melewati berbagai zaman mempertahankan racikannya.

“Saya generasi keempat, tapi papa saya, generasi ketiga masih ada,” kata pengelola Kedai Es Kopi Tak Kie, Willy Julus di Lima-Lima, Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat, Rabu (20/11).

Selama bertahun-tahun, Kopi Tak Kie bertahan di tenda kaki lima. Hingga pada 1940an, Kopi Tak Kie bisa menyewa satu rumah untuk menjadi kedai di Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat sampai saat ini.

Sejak awal berdiri, pemilik Kopi Tak Kie hanya membeli bubuk kopi yang dijual di pasaran. Namun, seiring berjalannya waktu, bubuk kopi pasar menjadi kurang nikmat. Karena itu, ayah Willy, Latief Yulus mulai meracik resep Kopi Es Tak Kie.

photo
Kopi tersaji di Kedai Kopi Tak Kie di Glodok, Jakarta.

“Bikin resep, terus dipatenkan, diraciklah. Racikan itu yang diteruskan ke saya,” kata Willy.

Seiring berjalannya waktu, Kopi Es Tak Kie juga menyesuaikan perubahan zaman. Untuk mengakomodir kebutuhan generasi milenial, Kopi Es Tak Kie tak lagi hanya menjual kopi hitam dan es kopi hitam, tetapi juga es kopi susu (kental manis). Pun tak menutup kemungkinan, Willy akan mengembangkan kopi gula aren dengan susu segar pada tahun depan.

Kopi Es Tak Kie juga mulai mengembangkan sayap tak hanya bertahan di Glodok. Pelanggan Kopi Es Tak Kie yang dahulu sering berkunjung, mungkin sudah berumur atau tak ada lagi.

Karena itu, Kopi Es Tak Kie mulai hadir di mal atau bazar. Kendati, tidak semua menu yang bisa ditemukan di Glodok, dibawa masuk ke mal atau bazar.

“Regenerasi terus, sekrang juga lokasinya terpencil, mau tak mau, kita memperkenalkan diri buka di mal, bazar. Kalau toko cuma di Glodok,” ujar Willy.

Cara itu menjadi salah satu strategi Kopi Es Tak Kie menyasar generasi milenial. Pun melalui media sosial, Kopi Es Tak Kie juga kerap membagikan sejarahnya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Tak mudah memang memperkenalkan Kopi Es Taki Kie, apalagi harus bersaing dengan kedai kopi modern.

photo
Kedai Kopi Es Tak Kie di Glodok, Jakarta.

Berbeda dengan kopi-kopi modern, Kopi Es Tak Kie masih mempertahankan cara peramuan yang tradisional. Kopi di Kopi Es Tak Kie digodok dalam satu panci, didiamkan beberapa saat, kemudian disajikan untuk pelanggan. Kopi Es Tak Kie menggunakan kopi asal Lampung.

Awal berdiri, Kopi Es Tak Kie hanya menyajikan kopi hitam panas. Kemudian, banyak pelanggan yang meminta kopi hitam dicampur es batu.

Lama-kelamaan, pelanggan juga meminta tambahan gula untuk memberi sedikit rasa manis. Namun pada saat itu, gula sulit ditemukan daripada kental manis. Gula diganti dengan kental manis.  Kemudian, sejak 1970an, ramuan itu dijadikan salah satu menu di kedai Kopi Es Tak Kie.

Willy mulai berfokus dengan Kopi Es Tak Kie pada 2012. Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media, ayahnya, Latief mengatakan tak tahu apakah kedai Es Kopi Tak Kie akan terus atau malah bubar? Dari sana, Willy kemudian memilih meneruskan usaha turun temurun itu. Willy meninggalkan pekerjaannya dan mulai memasarkan Kopi Es Tak Kie di mal dan bazar.

“Yang menjadi pedoman saya, ini tuh warisan dari nenek moyang. Jangan sampai kita gengsi,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement