REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan, gohyong menjadi kuliner populer di media sosial. Warganet ramai mengulas kedai-kedai yang menjual makanan hasil akulturasi budaya Cina-Betawi ini.
Gohyong aslinya merupakan masakan khas peranakan Cina yang berasal dari daerah Fujian. Kuliner ini menyebar ke berbagai wilayah karena dibawa oleh perantau orang Hokkien serta Teocheow.
Masyarakat keturunan Cina juga tersebar di Indonesia, sehingga gohyong pun dikenal luas. Dikutip dari Quick Asian Recipes, ngohiong atau gohyong aslinya terbuat dari isian campuran daging babi, ayam, udang, dan telur yang dihaluskan, lalu dibungkus memakai kulit tahu.
Sejak dulu, resep gohyong tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan. Gulungan gohyong dibentuk memanjang kemudian dikukus terlebih dahulu sampai isiannya setengah matang.
Setelah itu, gohyong dipotong-potong menyerong atau melintang. Sebelum disajikan, gohyong digoreng sampai garing.
Di Indonesia, gohyong mengalami pergeseran resep agar bisa disantap keluarga Muslim. Gohyong kemudian dibuat dengan versi tanpa daging babi.
Protein hewaninya menggunakan daging ayam dan udang. Secara tradisional ada bumbu khusus yang ditambahkan ialah bubuk lima rempah, yang mewakili rasa asam, manis, pedas, pahit, dan asin. Bubuk tersebut terbuat dari campuran kayu manis, bunga lawang, cengkih, bubuk cabai sichuan, dan biji adas.
Dalam penyajiannya, gohyong di Indonesia lebih bervariasi, menyesuaikan selera dan kreativitas masyarakat. Ada yang menyajikannya dengan saus asam manis, saus asam pedas, dan yang populer di Cikini, Jakarta Pusat menggunakan cuko mirip pempek lalu ditaburi cabai rawit.
Tidak menggunakan daging babi, apakah gohyong sudah pasti halal?
Karena isiannya sama dengan siomai, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan makanan dari budaya Cina yang sudah diadaptasi, biasanya akan disesuaikan dengan cita rasa Indonesia.
Untuk Gohyong Cikini yang viral, penjual menyebut isiannya menggunakan daging ayam dan udang. Begitu pula untuk kulit tahu yang terbuat dari bahan alami halal.