Selasa 25 Jun 2019 06:47 WIB

Mungkinkah Terjadi Sunat Gagal?

Beberapa kasus sunat gagal terjadi ketika dilakukan bukan dengan tenaga medis.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Warga menggendong anaknya usai mengikuti kegiatan sunat massal di Masjid Al Iman, Bintara Jaya, Bekasi, Jawa Barat (Ahad (16/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga menggendong anaknya usai mengikuti kegiatan sunat massal di Masjid Al Iman, Bintara Jaya, Bekasi, Jawa Barat (Ahad (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mungkin Anda pernah mendengar dan menemukan prosedur revisi sunat. Ya, kegagalan dalam menyunat mungkin terjadi sehingga perlu ada prosedur untuk merivisinya.

Terdapat beberapa kasus yang mengharuskan pasien sunat dewasa melakukan sunat kembali atau melakukan revisi. Bahkan tidak sedikit kasus ini menimpa anak-anak. Hal tersebut tentunya akan menjadi pertanyaan mengapa harus melakukan sunat kembali padahal sebelumnya sudah melakukan sunat.

Baca Juga

Menurut dr Mahdian Nur Nasution, SpBS selaku pemilik Rumah Sunat dr Mahdian, pada pasien sunat anak, dilakukan sunat kembali jika terjadi kesalahan dalam penanganan selama proses sunat yang berisiko kulup kembali lagi. Tentunya untuk melakukan tindakan sunat kembali tidaklah mudah karena dapat menyebabkan trauma pada anak.

Lebih lanjut, tujuan dari sunat adalah membuang mukosa sebanyak mungkin untuk mencegah risiko terkena berbagai penyakit. Sunat yang baik adalah ketika, mukosa dibuang sependek mungkin, sementara kulit lapisan luarnya boleh tetap panjang (long skin, short mucossa). Mukosa merupakan lapisan paling dalam dari kulup yang melindungi glans penis.

Terdapat beberapa kasus sunat yang tindakannya bukan dengan tenaga medis, pada saat prosesnya masih menyisakan mukosa. Sehingga, risiko kulup kembali dan menutupi kepala penis lebih besar.

"Kulup tidak bisa tumbuh lagi. Sunat gagal itu karena kulup yang dibuang kurang banyak. Karena anaknya banyak gerak, goyang-goyang. Ketika sembuh kok masih nutup kulupnya, jangan-jangan tumbuh kulup padahal tidak," jelasnya di sela media gathering di Jakarta belum lama ini.

Hal ini juga sering terjadi pada anak gemuk. Penisnya biasanya terkubur atau tenggelam, sehingga sulit untuk mengukur seberapa banyak kulup yang dibuang. Pada anak gemuk seringkali sudah sunat namun nampak seperti belum disunat.

Dalam jurnal yang berjudul “Removal of foreskin remnants in circumcised adults for treatment of premature ejaculation”, ditulis oleh Mohammed Reza Namavar dan Boroomand Robati dipublikasikan oleh Urology Annals pada tahun 2011, menyebutkan bahwa prosedur khitan yang menghilangkan sebagian mukosa dan preputium dapat mengurangi jumlah reseptor yang berperan dalam kejadian (Prematur Ejaculation - PE).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement