REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif di Indonesia terutama kota besar dinilai masih rendah. Hal itu tidak terlepas dari perilaku ibu pekerja yang cenderung tidak mendukung pemberian ASI secara eksklusif.
Dalam kondisi demikian, para ibu harus mewaspadai beberapa risiko. Antara lain gangguan pertumbuhan pada bayi akibat inflamasi usus atau radang usus.
Ahli gizi sekaligus dosen di Poltekkes Kemenkes Jakarta II Syarief Darmawan menjelaskan selain infeksi bakteri, radang usus juga bisa dipicu oleh masalah ketidakseimbangan mikrobiota. ASI mampu menyeimbangkan mikrobiota karena ASI mengandung immunoglobulin A. Immunoglobulin A mampu melekatkan mikroba baik pada saluran pencernaan anak serta oligosakarida yang menjadi asupan bakteri.
Kandungan immunoglobulin A dan oligosakarida tidak dapat ditemui pada susu sapi atau produk susu formula lainnya. “Jadi pemberian ASI eksklusif itu penting karena banyak kandungan alami yang baik bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi. Kandungan dalam ASI juga tidak dimiliki susu formula atau susu sapi,” kata Syarief usai promosi doktor biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Selasa (17/6).
Radang usus bisa diantisipasi dengan rutin mengontrol dan mengukur pertumbuhan tinggi bayi yang berusia kurang dari dua tahun. Jika bayi pada usia nol hingga dua tahun tidak mengalami kenaikan tinggi yang optimal atau malah mengalami penurunan tinggi, maka diprediksi bayi tersebut mengalami radang usus.
Peningkatan tinggi badan untuk usia nol hingga enam bulan berkisar 32 sentimeter per tahun. Usia 7-12 bulan sekitar 16 sentimeter per tahun dan delapan sentimeter per tahun untuk usia satu hingga dua tahun.
“Intinya yang perlu ditekankan antisipasi dan kewaspadaan orang tua itu penting. Sehingga penyakit bisa dicegah dan diantisipasi sedini mungkin guna mendukung pertumbuhan bayi yang sehat dan ideal,” kata Syarief.
Dalam risetnya yang berjudul Peran Inflamasi Usus pada Anak Usia Di Bawah 2 Tahun Terhadap Kejadian Pendek, Syarief melibatkan responden sebanyak 269 orang anak. Mereka berusia 6-23 bulan dan tinggal di Kampung Melayu, Jakarta.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 20,4 persen anak bertubuh pendek dengan 55,8 persen adalah laki-laki. Sebanyak 55,5 persen berasal dari kelompok umur 12-23 bulan dan 47,3 persen memiliki orang tua normal.
Akan tetapi, riset ini tidak menampilkan cakupan ASI atau riwayat pemberian ASI eksklusif para responden di Kampung Melayu. Meski begitu, riset ini bisa semakin memperkuat penelitian lain terkait pentingnya pemberian ASI eksklusif pada anak. Karena akan sangat menyedihkan jika bayi yang terlahir normal mengalami gangguan pertumbuhan (pendek) atau mengalami radang usus karena disebabkan tidak mendapat ASI eksklusif dari sang ibu.