REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Kawasan Cikini terdapat kedai bubur ayam yang legendaris. Pelancong dari luar kota pun banyak yang dibuat penasaran oleh cerita kelezatannya.
Bubur Ayam Cikini HR Suleman termasuk kedai yang ramai dikunjungi sejak pertama kali buka di 1980-an. Bisnis bubur ayam cirebon itu kini digeluti oleh generasi keempat.
Widya Mega Sari (38) mendapat mandat dari sang ayah untuk meneruskan bisnis keluarganya pada tahun 2008. Berawal dari gerobak yang biasa mangkal di sekitar Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, bubur ayam Cikini HR Suleman di bawah manajemennya 'diboyong' ke sebuah ruko yang berada di Jalan Cisadane, Cikini, Jakarta Pusat.
Mega menceritakan, selama 11 tahun menjalankan bisnis bubur ayam, ia masih menjaga resep secara turun-temurun. Dia mengatakan, sejak dulu bubur ayam cikini tidak menggunakan penyedap apapun untuk menyajikan hidangan yang lezat dengan bahan yang alami.
"Murni rempah-rempah. Nggak pakai garam, nggak pakai micin atau penyedap apapun," kata Mega kepada Republika, Jumat (5/4).
Resep bubur ayam miliknya memiliki sekitar 40 macam bumbu, mulai dari jahe, pala, cengkih, merica, hingga ketumbar. Selain itu, kaldu bubur juga dibuat dari olahan ayam kampung yang memiliki cita rasa yang menggugah selera.
Mega menjelaskan, menu bubur yang disajikan kepada para pelanggannya tidak memiliki banyak variasi. Dia mengatakan hanya ada dua macam bubur yang disediakan.
Pertama, bubur dengan lauk ayam kampung dengan tambahan kerupuk emping. Kedua, bubur telur setengah matang.
Satu porsi bubur ayam dibanderol Rp 23 ribu. Untuk tambahan telur setengah matang, pelanggan cukup menambah dua ribu rupiah.
"Pelanggan ada yang pesennya setengah porsi, ada pula yang nggak pakai ayam, tapi minta telur setengah matang," jelasnya.
Bubur Ayam Cikini HR Suleman
Mega mengungkapkan dalam menjalankan bisnis bubur, ia mencoba menjaga kualitas. Menurutnya, itulah kunci agar pelanggan tetap bertahan dan setia mengunjungi kedainya.
"Agak susah mengontrolnya sih, soalnya kan pegawai ada banyak dan masih muda-muda, nggak gampang mengaturnya," katanya.
Mega mengatakan, ada sedikit perubahan kualitas yang dialami kedainya. Meskipun, resep dan takaran bumbu tetap sama namun, bahan yang diperolehnya dari Pasar Senen nampaknya berubah rasa.
Dia mencontohkan, cabai yang biasanya memiliki tingkat kepedasan yang tinggi kini telah menurun. Alhasil, cabai untuk teman makan buburnya juga berubah rasanya.
"Rasa agak berubah. Bumbu seperti bawang, cabe dipasar kan berubah. Biasanya satu cabai dimakan dengan bubur sudah terasa pedas. Tapi kata Engkong (penjual bumbu langganannya), sekarang cabai masih muda sudah dipetik," keluhnya.
Mega mengaku omzet bubur HR Suleman tak sebesar dahulu. Kini, angkanya berkisar lima juta rupiah, terpaut dua juta rupiah dari tahun lalu. Meskipun demikian, Mega mengaku masih sangat beruntung. Sebab, pada akhir pekan dia mampu memperoleh penghasilan hingga 10 juta per harinya.
"Sekarang menurun. Biasanya di atas RP 7 juta. Sejak Januari 2018, turun turus sampai sekarang," ungkapnya.
Penggemar bubur hanya bisa menikmati menu HR Suleman dengan datang langsing ke restorannya pada pukul 05.00 WIB hingga 23.00 WIB. Bubur ayam cikini ini belum tersedia di aplikasi pemesanan makanan secara daring.