REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemutihan gigi (bleaching) belakangan menjadi salah satu gaya hidup yang kian digemari kaum muda, tak terkecuali di negeri ini. Alih-alih tampilan gigi menjadi lebih putih dan terlihat sehat, cara ini sesungguhnya tidak direkomendasikan bagi kesehatan gigi.
Kebiasaan pemutihan gigi bisa mengakibatkan dentin gigi menjadi terbuka akibat terjadinya atrisi atau hilangnya struktur gigi. Gigi juga mengalami erosi karena kerusakan kimia pada lapisan pelindung enamel. Akibatnya, gigi menjadi lebih sensitif.
“Umumnya ditandai dengan rasa ngilu atau nyeri yang tajam saat terkena rangsangan suhu panas atau dingin atau kandungan kimiawi asam dan manis pada makanan dan minuman,” kata pakar periodonsia, Yuniarti Soeroso pada Seminar Ilmiah Rakernas Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PGDI), di Semarang, Jumat (25/1).
Selain pemutihan gigi, gigi sensitif juga jamak disebabkan gesekan gigi yang berlawanan karena kebiasaan menggertakkan gigi dan mengatupkan dagu, gangguan refluks asam lambung, dan abrasi akibat menggosok gigi dengan tekanan terlalu kuat.
Studi terkait hal ini menunjukkan persoalan gigi sensitif kerap dialami generasi muda (usia remaja). Namun, persoalan ini kerap diabaikan padahal gigi sensitif dapat mengganggu keseharian penderitanya.
“Sebuah penelitian menemukan, satu dari tiga remaja pernah mengalami gigi sensitif. Ironisnya lebih dari 50 persen belum memeriksakan ke dokter gigi dan memilih menahan rasa ngilu tersebut,” katanya.
Gigi sensitif yang diabaikan akan memperparah rasa ngilu dan bisa menjadi awal gangguan kesehatan gigi yang permanen. Penting meningkatkan kesadaran bagi remaja atau generasi muda untuk memahami penanganan gigi sensitif dengan benar.