REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) menyatakan sekitar 75 persen penderita diabetes tidak terdeteksi sejak awal sehingga tidak melakukan pengobatan secara teratur. "Ini data secara nasional, kalau data kami dari total penderita diabetes baru 25 persen yang sudah berobat," kata Ketua Persadia Kota Surakarta Sugiarto di sela jumpa pers tentang peringatan Hari Diabetes Sedunia, Jumat (16/11).
Ia mengatakan dari tahun ke tahun jumlah penderita diabetes terus mengalami kenaikan. Terakhir kenaikannya mencapai delapan persen. Menurut dia, saat ini satu dari 12 orang di Indonesia mengidap diabetes.
"Melihat kondisi tersebut, masyarakat harus diberikan penyuluhan. Ini untuk mengetahui penyebab diabetes, salah satunya pola hidup yang tidak sehat," katanya.
Ia mengatakan saat ini banyak orang yang memilih hidangan restoran atau cepat saji yang diolah dengan cara digoreng, dibakar, dan dioven. Menurut dia, pengolahan dengan cara tersebut merupakan sumber radikal bebas.
"Akhirnya menyebabkan racun dan merusak tubuh kita. Pankreas kena racun membuat tubuh kita kekurangan insulin dan akhirnya kadar gula meningkat," katanya.
Selain itu, makanan yang diolah akan berdampak pada hilangnya vitamin dan sari makanan sehingga kadar mineral berkurang. Ia mengimbau masyarakat banyak mengonsumsi buah dan sayuran mentah.
Upaya lain untuk meminimalisasi risiko terkena diabetes adalah dengan berolahraga secara teratur. Ia mengatakan idealnya olahraga dilakukan sekitar 30-60 menit/hari atau 150 menit/pekan.
"Olahraga yang dianjurkan, yaitu aerobik, jogging, sepeda, dan berenang. Ketika aktif berolahraga maka kadar gula, tekanan darah, dan kolesterol juga turun. Selanjutnya timbul rasa senang dan hormon jelek akan berkurang. Ini bisa menurunkan risiko kena penyakit," katanya.
Ketua Panitia Peringatan Hari Diabetes Dunia Eva Nia Muzisilawati mengatakan berdasarkan data dari WHO di Indonesia penyakit diabetes termasuk 10 besar penyebab kematian tertinggi, yaitu 1,3 juta orang/tahun. "Sedangkan pada 2030 diprediksikan penyakit ini menempati posisi ketujuh penyebab kematian tertinggi di dunia. Jangan sampai prediksi ini jadi realita. Ini alarm bagi dunia kesehatan kita," katanya.