Rabu 15 Aug 2018 04:11 WIB

Migrain Lebih Banyak Dialami Perempuan, Kenapa?

Hormon estrogen memainkan peran penting dalam timbulnya migrain.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Dwi Murdaningsih
Perempuan migrain. Ilustrasi
Foto: Hufingtonpost
Perempuan migrain. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Migrain merupakan tipe sakit kepala yang memberikan rasa nyeri luar biasa. Seringkali, migrain juga disertai dengan gejala seperti mual, pandangan kabur, hingga menjadi terlalu sensitif terhadap bau, cahaya atau suara.

Perempuan diketahui lebih banyak mengalami migrain dibandingkan laki-laki. Akan tetapi, belum diketahui alasan mengapa perempuan lebih rentan terhadap migrain dibandingkan laki-laki.

Sekelompok peneliti dari Universitas Miguel Hernandez di Spanyol berupaya untuk mencari jawabannya. Mereka meyakini bahwa kecenderungan migrain yang lebih besar pada perempuan berkaitan dengan aktivitas hormon seks.

Melalui jurnal Frontiers in Molecular Biosciences, tim peneliti mengungkapkan bahwa hormon estrogen memainkan peran penting dalam timbulnya migrain. Tim peneliti mengatakan estrogen berkaitan dengan prevalensi migrain yang tinggi pada perempuan yang mengalami menstruasi.

Selain itu, tim peneliti juga mengatakan beberapa tipe migrain berkaitan dengan perubahan kadar homron selama menstruasi. Tim peneliti juga mengungkapkan bahwa perubahan kadar estrigen membuat sel-sel saraf trigeminal menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan eksternal yang dapat memicu terjadinya episode migrain.

Tim peneliti juga menemukan bahwa hormon-hormon seks lain turut mempengaruhi kecenderungan migrain terhadap perempuan dan laki-laki. Sebagian hormon-hormon ini meningkatkan sensitivitas sel terhadap pemicu migrain.

Sebagian lainnya justru menurunkan sensitivitas sel terhadap pemicu migrain. Hormon-hormon ini merupakan jenis protein membran yang memungkinkan ion utuk masuk dan mempengaruhi sensitivitas sel terhadap berbagai rangsangan.

Sebagai contoh, hormon seks laki-laki testrosteron diketahui memiliki sifat protektif atau melindungi. Sebaliknya, homron prolaktin cenderung memperberat tingkat keparahan migrain pada seseorang.

"Meski ini merupakan proses yang kompleks, kami percaya bahwa modulasi sistem trigeminovaskular oleh hormon seks memainkan sebuah peran penting yang belum pernah dibahas sebelumnya dengan benar," ungkap Prof Antonio Ferrer Montiel seperti dilansir Medical News Today.

Tim peneliti mengungkapkan bahwa penelitian ini masih pada tahap preliminary sehingga belum ada kesimpulan pasti yang bisa diambil. Penelitain lebih lanjut diperlukan untuk benar-benar memahami peran hormon terhadap perkembangan atau pencegahan migrain.

"Jika berhasil (pada penelitian selanjutnya), kami akan berkontribusi untuk menghadirkan pengobatan personalisasi yang lebih baik untuk terapi migrain," ucap Ferrer-Montiel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement