Rabu 07 Mar 2018 09:16 WIB

Diet Vegetarian Bantu Selamatkan Kelangsungan Bumi

Manusia diprediksi berjumlah 9,1 miliar di 2050 sedang luas lahan bumi statis.

Salad sayur, makanan vegetarian.
Foto: Max Pixel
Salad sayur, makanan vegetarian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Vegetarian Society menyebutkan bahwa diet vegetarian dan vegan memiliki andil yang besar untuk menyelamatkan dunia. Terutama dari efek pemanasan global.

Sekjen IVS Susianto Tseng ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (7/3), mengutip laporan PBB pada 2015 yang menyebutkan bahwa pergeseran global menuju pola makan vegan sangat penting untuk menyelamatkan dunia dari kelaparan, menipisnya cadangan bahan bakar fosil, dan dampak terburuk dari perubahan iklim. "Laporan tersebut mencatat bahwa preferensi Barat untuk makanan berat daging dan susu adalah tidak berkelanjutan (un-sustainable)," kata doktor ahli gizi alumnus UI tersebut.

Hal itu kata dia, terutama karena populasi manusia diperkirakan akan tumbuh menjadi 9,1 miliar jiwa pada 2050. Sementara luas lahan di bumi adalah statis.

Selain itu menurut Susianto, ada berbagai fakta yang sudah membuktikan di antaranya misalnya fakta tentang dibutuhkannya 16 kg padi-padian dan palawija untuk memproduksi satu kg daging sapi. "Begitu banyak lahan yang dibutuhkan untuk pertanian, yang ironisnya hasil panennya dijadikan pakan ternak, bukan untuk makanan manusia," katanya.

Di satu pihak, ia menegaskan, orang-orang di negara maju mengonsumsi daging dalam jumlah berlebih dan menderita obesitas, kolesterol tinggi, diabetes, dan gangguan penyakit yang berkaitan dengan kelebihan makan. Sementara di pihak lain orang-orang di negara dunia ketiga, negara miskin tidak mempunyai cukup makanan untuk dikonsumsi.

Ia mencontohkan, di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 80 persen jagung dan 95 persen gandum dijadikan pakan ternak, bukan diberi makan kepada orang yang kelaparan. "Jumlah padi-padian dan kacang kedelai yang dijadikan pakan ternak di Amerika Serikat dapat memberi makan 1,3 miliar manusia," katanya.

Ada pula fakta lain yang diperhatikan Susianto misalnya soal hewan ternak yang membuang kotoran yang banyaknya lebih dari 130 kali kotoran manusia. Faktanya pula emisi gas metana (CH4) dari kotoran hewan ternak memberikan kontribusi secara besar-besaran terhadap efek rumah kaca dan pemanasan global dengan dampak 25 kali lebih kuat daripada gas karbondioksida.

Menurut Susianto, industri daging juga sudah terbukti menjadi penyebab utama (terbesar) polusi pada air. "Kontaminasi air dan penyakit telah dan sedang terjadi di tempat-tempat di mana peternakan beroperasi dan terkonsentrasi," katanya.

Fakta lain juga di antaranya bahwa dibutuhkan air 200 kali lebih banyak untuk memproduksi 1 kg daging sapi daripada satu kg kentang. "Kita misalnya dihadapkan pada kenyataan bahwa 30 persen lahan tanah di Amerika Serikat digunakan sebagai lahan merumput bagi hewan ternak," katanya.

Bahkan lapisan atas tanah di Amerika Serikat juga telah hilang atau rusak karena erosi, dan industri daging bertanggung jawab secara langsung sebanyak 85 persen terhadap kehilangan/kerusakan ini. Oleh karena itu pihaknya berupaya untuk mendidik masyarakat terkait pola makan sehat berbasis nabati terlebih Indonesia merupakan salah satu negara dengan komunitas vegetarian terbesar di dunia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement