REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pernahkah Anda ingin berwisata ke suatu tempat karena melihat fotonya di Instagram? Berdasarkan perusahaan perjalanan Topdeck, sebanyak 18 persen pelancong berusia 18-30 tahun memutuskan berwisata karena hal tersebut.
Mencari referensi lewat media sosial memang sah-sah saja dilakukan, tidak ada salahnya juga membagikan foto perjalanan sesudahnya. Asalkan, jangan sampai apa yang dilihat atau ingin dibagikan via Instagram merusak kegembiraan perjalanan.
Pasangan Jess Last dan Charlie Wild asal London, Inggris, bahkan berkeliling dunia dengan referensi dari Instagram. Mereka mengabadikan momen penting lewat akun Instagram bernama The Travel Project sebagai rekomendasi wisata bagi pelancong lain.
"Kami banyak bertukar pikiran dan pengetahuan dengan penggemar perjalanan lain dan orang-orang kreatif lokal di seluruh dunia. Semua itu membuka kemungkinan kami untuk bertualang dan menjelajah ke tempat-tempat yang kurang dikenal," ungkap Jess.
Bagi para blogger, fotografer, jurnalis, atau penggemar perjalanan seperti Jess dan Charlie, hal itu bisa dimengerti. Namun, pelancong yang sekadar berburu tempat Instagrammable perlu mengajukan beberapa pertanyaan penting kepada dirinya saat berwisata.
Pertanyaan terbesarnya, apakah Anda benar-benar menikmati momen perjalanan atau hanya mencemaskan foto bagus yang harus diambil? Jika jawabannya adalah poin kedua untuk narsis serta pencitraan personal, maka sudah jelas seperti apa efek negatif Instagram bagi kita.
Pakar eco-travel Sarah Reid menyoroti pula dampak buruk Instagram terhadap lingkungan. Misalnya, wisatawan yang memberi makan hewan liar agar mau mendekat untuk swafoto atau hasil foto tertentu yang malah berpotensi menyuburkan bisnis perdagangan hewan yang dilindungi.
Belum lagi, para turis yang mengabaikan peringatan di monumen kuno hanya demi mendapat sudut foto yang tepat. Reid paham pelancong ingin mengabadikan foto terbaik selama perjalanan tetapi tidak harus dengan cara berlebihan yang menimbulkan kerusakan terhadap destinasi wisata.
"Sebelum mengambil foto di mana pun, cari tahu mengenai budaya dan kebiasaan setempat seperti cara berpakaian atau larangan tertentu. Tidak ada swafoto yang layak mengorbankan integritas lingkungan atau monumen buatan manusia," ujar Reid, dikutip dari laman Refinery29.