REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa tahun ajaran baru untuk anak masih cukup lama. Orang tua yang anaknya akan duduk di bangku TK, SD, atau jenjang seterusnya namun sudah sejak sekarang mencari sekolah untuk anak.
Ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan memilih sekolah. Pendiri Womanation, Myrna Soeryo, membagikan pengalamannya sebagai wanita karier dan ibu bagi anak. Dalam memilih sekolah untuk anak, Myrna memperhatikan beberapa faktor penting. Diantaranya adalah faktor finansial, karakter anak dan metode pembelajaran sekolah.
Biaya sekolah anak yang kian tinggi menjadi salah satu alasan untuk memilih sekolah pada anak. Meski biasanya suami menyerahkan keputusan sekolah pada ibu. Namun ada kalanya suami tidak setuju anak disekolahkan di tempat tersebut karena biaya yang terlalu mahal.
Myrna menyarankan agar orang tua dapat konsisten dalam hal sekolah anak. Jangan sampai ketika SD dimasukkan ke sekolah internasional, karena kekurangan biaya maka jenjang selanjutnya di sekolah nasional. "Tentu ini dapat mempengaruhi anak di sekolah, adaptasi lebih akan mengganggu perkembangan anak di sekolah," kata ibu satu anak ini.
Hal tersebut disetujui oleh psikolog tumbuh kembang anak, Rosdiana Setyaningrum. Menurutnya, akan buruk jika anak dipaksakan bersekolah sesuai keinginan orang tua. Komunikasi antar orang tua dan anak penting karena orang tua harus tahu apa yang anak inginkan dari sekolah.
"Sebagai orang tua, kita harus bisa menjadi pendengar yang baik, hal tersebut penting agar mengetahui bagaimana perkembangan anak di sekolah."
Ibu dari dua anak ini juga mengatakan bahwa kegiatan di luar sekolah penting untuk diperhatikan. Ambisi orang tua untuk anak yang berlebihan akan mengakibatkan kemunduran bagi anak, seperti kurang fokus karena kelelahan. "Anak jika sudah memiliki satu kemampuan lebih, maka hal lain cenderung akan berjalan biasa saja. Seperti anak pintar matematika, belum tentu dia pintar di mata pelajaran lain," lanjutnya.
Diana mencontohkan salah satu keluhan dari kliennya. Sang ibu mengeluh bahwa nilai anak di sekolah cenderung turun dan anak tidak fokus di sekolah. Setelah ditelusuri, ternyata anak memiliki kegiatan yang padat. Bahkan akhir pekan yang seharusnya diisi sebagai hari keluarga pun digunakan untuk les. "Saya hanya menganjurkan agar ibu ikut jadi anak itu, pasti ibu ikutin anaknya seminggu saja sudah tidak kuat," candanya.
Menurut Diana, umur anak masuk sekolah pun penting. Otak anak di bawah usia tujuh tahun sudah berkembang dengan baik. Jika anak masuk sekolah dasar di bawah umur tujuh tahun, maka anak akan kesulitan ketika di usia dewasa, baik dari segi pelajaran atau sosialnya.
"Contoh kecilnya adalah jika anak ingin berkuliah di luar negeri maka usia minimal 18 tahun, sementara setelah lulus SMA anak masih berusia 17 tahun," kata Diana. Selain itu beberapa anak yang masuk sekolah lebih cepat akan memiliki kekurangan yang terlihat jelas seperti kesulitan sosialisasi dan pelajaran tertentu, karena otak kanannya belum berkembang sempurna saat masuk sekolah.
Kenyamanan anak di sekolah adalah yang terpenting. Orang tua harus menurunkan gengsi menyekolahkan anak di tempat bagus tanpa tahu kondisi anak. "Perhatikan apa jarak antara sekolah dan rumah. Jangan sampai anak kelelahan di jalan."
Pembelajaran di sekolah pun harus serupa dengan pembelajaran yang orang tua berikan. Misalnya jika anak di rumah diajarkan secara religius oleh orang tua, maka anak dapat disekolahkan di sekolah religius. Namun jika di keluarga tidak terlalu menekankan agama, maka jangan sekolahkan anak di sekolah religius karena akan berdampak pada anaknya sendiri.
"Hal tersebut juga berlaku ketika anak disekolahkan di sekolah internasional, jika anak diajarkan bahasa asing, maka orang tua harus dapat mengikuti anak tersebut berbicara bahasa asing."