REPUBLIKA.CO.ID, Derira Tarisa memamerkan foto rujak soto di grup Whatsapp. Melihat penampakannya, menu ini terlihat ekstrem karena soto jeroannya menampilkan jeroan potong besar. Tapi, rujak soto Mbok Ijah tak memperlihatkan hal itu.
Memang ada banyak warung rujak soto di Banyuwangi. Yang kami sambangi adalah rujak soto Mbok Ijah, rekomendasi dari Plt Kepala Dinas Koperasi dan UKM Alief Rachman Kartiono. ‘’Rujak soto Mbok Ijah pernah juara festival kuliner,’’ ujar Alief.
Warung Rujak Soto Mbok Ijah berada di jalan samping kantor Bupati Banyuwangi, menunggu waktu bertemu Bupati, Kamis (20/7) pagi. Mbok Ijah telah memenangi lomba rujak soto di Festival Kuliner Banyuwangi 2014. ‘’Waktu itu juri chef terkenal dari Jakarta berpesan yang dijual jangan beda ya rasanya,’’ ujar Hatijah, pemilik Rujak Soto Mbak Ijah.
Menjadi juara, membuat Mbok Ijah malah merasa waswas. Pelanggan membludak, takut jika rasa berubah lalu pelanggan pada pergi. Tapi, sekian tahun membuat rujak soto, ia merasa rasa selalu terjaga. ‘’Sudah insting untuk membuat bumbunya,’’ ujar Mbok Ijah yang menggaji tiga karyawannya masing-masing Rp 200 ribu per hari.
Mbok Ijah pun berani memasang ungkapan di warungnya. Kadung sing niliki getun. Artinya, jangan sampai kecewa karena tak sempat mencicipi rujak soto selama di Banyuwangi.
Memasak sehabis Subuh, Mbak Ijah baru ke warung pukul 10.00 pagi. Meski bahan-bahan sudah tertata di meja warung, calon pembeli harus menunggu hingga pukul 10.00. Saat itu kami tiba 09.30, jadi harus menunggu setengah jam. ‘’Rujak soto ini ekstrem bagi yang baru pertama kali nyoba, karena kombinasi dua menu yang berbeda sama sekali,’’ ujar Derira.
Menurut Derira, rasanya menjadi unik. ‘’Serasa makan soto dengan rasa akhirnya rasa pecel,’’ ujar dia.
Bahan rujak soto berupa lontong, tempe, toge, kacang panjang, kangkung, dan tahu, yang dicampur dengan sambal lalu dituangi soto jeroan. Bumbu sambal rujak berupa gula merah, petis, garam, asam, terasi, kacang tanah, pisang batu. ‘’Pisang batunya sedikit saja, karena kalau kebanyakan pahit,’’ ujar Mbok Ijah.
Bumbu sotonya berupa jahe, kunyit, lengkuas, bawang merah, bawang putih, kemiri, lada, merica, yang diulek lalu digoreng, lalu diberi daun jeruk, sereh, daun bawang, baru kemudian diberi air. ‘’Harus berani bumbu, soalnya bahannya jeroan yang rasanya beda dengan daging ayam,’’ ujar Mbok Ijah.
Kami juga sempat mencicipi ayam ingkung saat berkunjung ke Rumah Batik Satrio, 40 km dari kota Banyuwangi. Kafe Satrio yang bersebelahan dengan gerai batik, sebenarnya tidak menyediakan menu ingkung. ‘’Ingkung itu untuk selamatan, karenanya yang mengunjungi kami orang-orang yang terhormat, kami menghormatinya dengan sajian ingkung,’’ ujar Nanang Edi, pemilik Rumah Batik Satrio.
Tahu walik juga menjadi camilan khas Banyuwangi. Ini berupa tahu yang dibelah lalu bagian dalam dijadikan sebagai bagian luar, diisi bakso lalu digoreng. ‘’Dimakan dengan sambal petis menjadi camilan yang juara,’’ ujar Elva.