REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bunuh diri memiliki risiko tinggi pada beberapa orang. Kebanyakan orang tersebut memiliki kondisi emosi yang sedang tidak stabil karena kehilangan atau tekanan.
Menurut Benny Prawiro salah satu pendiri Into The Light komunitas yang bergerak dalam bidang pendampingan orang yang ingin bunuh diri, jika beberapa orang memiliki risiko bunuh diri lebih besar dari orang lain. Biasanya orang-orang yang baru mendapatkan kehilangan rekan bunuh diri pun rentan untuk melakukannya juga.
"Makanya kalau ada pemberitaan stigmantis dan ada komentar baik online yang jahat itu bikin mereka makin stres lagi," kata Benny.
Kehilangan seseorang dengan cara mendadak dan tidak terduga membuat orang stres. Apalagi mesti menghadapi komentar negatif orang lain pula atas kematian orang terdekatnya tersebut yang membuat proses berduka terhambat.
Di samping itu, orang-orang yang menggunakan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) juga memiliki risiko besar. Sebab ketika seseorang dalam pengaruh zat tersebut kesadaran akan berkurang sehingga ketika mengambil keputusan sesuatu tidak secara jelas.
"Bahkan ketika orang putus cinta pun bisa, ini wajar banget terjadi, sebab konsepnya dia orang sudah terbiasa kehadiran orang yang disayang dan ketika tercerabut ini otaknya sakit sekali," kata Benny.
Rasa sakit atas kehilangan sosok yang biasanya mendampingi itu membuat seseorang emosional. Ketika seseorang emosional maka bisa saja mereka berpikir untuk bunuh diri.