REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sering mendengar orang mengejek temannya,”Ah kamu sih autis”. Padahal autisme itu merupakan gangguan yang tidak seharusnya menjadi bahan candaan.
Autisme bukanlah hal yang diperkirakan oleh orang-orang di luaran, tapi penyandang autisme adalah mereka yang mengalami hambatan pada komunikasi, telat berbicara juga perbendaharaan katanya minim. Penyandang autisme juga sulit memulai percakapan dengan orang lain.
Hal ini ditegaskan oleh psikolog dari Tiga Generasi yang fokus menangani anak dan permasalahannya, Saskhya Aulia Prima, M.Psi. “Interaksi sosial untuk kita mudah, tapi untuk penyandang autis untuk melihat satu titik sama itu perlu dilatih,” ujarnya.
Selain itu, mereka penyandang autis, memiliki kesukaan spesifik dan hanya itu-itu saja. Ada juga yang suka membariskan mainan. “Penyandang autis terlihat seperti anak biasa. Ketika sudah lama baru ketemu yang berbeda,” ujarnya.
Menurutnya, jika hanya lewat foto, orang tidak akan mengetahui seseorang menyandang autisme. Karena penyandang autis sama seperti anak lainnya, mereka senang ketawa, makan, bermain, tidak ada bedanya. Namun sebenarnya penyandang autis sudah bisa terlihat cirinya sejak masih bayi. Matanya belum bisa menatap, tidak seperti anak lainnya.
Di sisi lain anak autis juga memiliki kelebihan yaitu fokusnya bagus. Ia mengatakan setiap anak baik normal maupun yang autis harus dikejar kemampuannya bukan kekurangan. Namun untuk anak autis harus dilatih untuk berbicara banyak dan bertemu banyak orang.
Untuk penanganannya setiap anak berbeda-beda. Salah satu yang sedang populer adalah art theraphy atau terapi seni karena seni menyenangkan bagi setiap anak. Mereka tidak harus berpikir, menyenangkan dan mampu melepas stres.