REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Psikolog dari Tiga Generasi yang fokus menangani anak dan permasalahannya, Saskhya Aulia Prima, M.Psi, mengatakan seni memberikan sejumlah manfaat untuk penyandang autis. Salah satunya membuat anak autis bebas stres sehingga mampu berkomunikasi.
Menurutnya, kegiatan seni yang cocok untuk penyandang autis bisa apa saja. Karena minat anak, autis maupun tidak, tentu berbeda-beda. Ada yang senang musik, ada yang gambar, ada juga yang senang akting. Itu diserahkan pada anaknya, apapun yang membahagiakan mereka. “Tapi ada juga anak yang tidak suka seni dia malah jadi stres, makanya terapi itu berbeda-beda,” ujarnya.
Sebelum menggunakan seni sebagai terapi, lanjutnya, orangtua harus mengenalkan dulu. Karena tidak semua anak suka seni, misalnya menggambar, tidak semua anak senang menggambar. Ada juga anak tidak suka pegang cat, finger painting, dan lainnya. Tapi sebaliknya ada juga yang suka.
“Profil indera yang berbeda, kita lihat dulu anak kita senangnya ke mana, kalau dia senangnya gambarnya pakai pensil, krayon atau pensil warna ya tidak apa, dibebaskan saja dulu, dimana dia enggak terlalu tegang dan bebas berekspresi ya biarkan saja. Enggak usah terlalu banyak aturan, kasih waktu untuk eksplorasi,” ujarnya.
Lalu perlukah anak ikut les seni? Menurutnya tergantung orangtua dan anaknya. Semua kegiatan yang diberi ke anak harus dilihat tujuannya. Kalau lewat les dia bisa menambah ilmu sekalian ketemu teman, ditambah jadi memiliki kemampuan tertentu, anaknya juga senang, mengapa tidak? Apalagi jika orangtuanya mampu.
Tapi tidak harus dipatok semua anak yang butuh kemampuan seni harus dileskan. Sementara untuk anak autis yang akan diberikan terapi seni, orangtua harus jeli apakah anaknya butuh atau tidak terapi seni tersebut?
Lalu, seperti apa anak autis yang butuh terapi seni? Menurutnya adalah anak autis yang minatnya di seni. Namun ia mengatakan terapi itu tidak bisa berdiri sendiri, kadang-kadang anak dapat mengekspresikan diri supaya tenang, supaya tidak stress.
“Seni lebih kepada mengeluarkan sesuatu namun untuk mengekspresikannya butuh terapi osial, untuk disiplinnya mungkin butuh theraplay, atau butuh behaviour modification, nanti dicampur, tergantung tujuan yang kita sasar itu apa dari kemampuan dia,” ujarnya.
Untuk mengetahui terapi apa saja yang dibutuhkan anak tentu perlu diagnosis dari psikolog dan dokter. Nanti psikolog yang mengeluarkan diagnosis sementara dokter yang memberi obat. Dan untuk meredam beberapa gejala, rekomendasikan ke psikiater anak,