Jumat 17 Mar 2017 13:17 WIB

Anak Ingin Tonton Beauty and the Beast? Perhatikan Dulu Ini

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Film Beauty and the Beast
Foto: ist
Film Beauty and the Beast

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Disney baru saja mengeluarkan film terbarunya, Beauty and the Beast. Film ini menuai kontroversi. Pasalnya, dalam film ini dimunculkan karakter gay atau homoseksual bernama Le Fou yang diperankan oleh Josh Gad.

Di Rusia, film ini diberi kategori umur 16 tahun ke atas. Di Tanah Air, sedikit lebih muda yakni 13 tahun ke atas.

Psikolog anak, Ine Indriani, menjelaskan seharusnya sensor film mengikuti budaya suatu negara. Misalnya, di Indonesia yang menganut budaya Timur dan masyarakatnya tergolong religius, jadi sebaiknya adegan gay tersebut disensor.

Ine menyarankan orang tua tetap mendampingi putra-putrinya saat menonton Beauty and the Beast. "Karena anak 13 tahun itu sudah remaja, tapi remaja yang fase dimana dia sudah mulai seperti orang dewasa tapi masih anak-anak. Supaya dia tidak salah persepsi maka perlu pendampingan,”  ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (17/3).

Pada dasarnya tayangan yang memuat konten gay tidak serta merta mengubah seseorang menjadi gay. Berbagai faktor, mulai dari neurologis hingga lingkungan, berkontribusi pada perilaku menyimpang anak. Lingkungan yang mendukung namun akan menambah parah kondisi.

Dan, setelah menonton sebaiknya diskusikan adegan yang bermuatan homoseksual dengan anak. “Ketika anak bertanya tentang gay, orang tua juga enggak langsung bilang atau melarang atau apa. Tapi ada komunikasi, oh ternyata tuh di dunia ini ada yang memang kecendrungan untuk menjadi gay. Namun di tempat kita sebenarnya kalau bicara agama, orang Timur orang Indonesia masih memegang agama, apa pun agamanya gay itu kan tidak boleh,” katanya.

Selain itu, orangtua juga harus memberi tahu anak apa itu gay, apa penyebab seseorang menjadi gay, gay itu baik atau tidak. Jelaskan juga mengapa banyak agama melarang orang jadi gay.

Ine mengatakan orangtua tidak bisa menutup kemungkinan kalau orang gay itu memang dari lahirnya dia seperti itu atau dia memang menjadi gay karena lingkungan atau karena trauma atau apa. “Jadi kita menjelaskan ke anak seperti apa, dan anakpun tidak penasaran cari sendiri sumber yang salah. Nah, ini sebenarnya tantangan buat orangtua untuk lebih bijak. Karena kan kita tidak bisa menutup kemungkinan anak kita menonton, karena sudah ada trailer-nya di mana-mana, Youtube dan lainnya. Promosinya sangat gencar, entah apa yang ingin mereka lakukan,” ujarnya.

Ine menegaskan sudah saatnya orangtua sekarang waspada dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai gay. Mulai dari apa itu definisi gay, kenapa orang bisa jadi gay, bagaimana sebaiknya bersikap terhadap gay. Tujuannya agar anak tidak terbawa menjadi homoseksual. Di sinilah peran orangtua membicarakan ini dengan bijak.

Selain itu, orang tua juga bisa bertanya pada anak, menurut mereka gay itu seperti apa. Tanya pendapat mereka. Kemudian diskusikan, dan jelaskan mana yang baik dan kaitkan dengan budaya Timur atau agama.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement