REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia yang menganut budaya Timur dan beragama, perilaku menyukai sesama jenis tidak dibenarkan. Namun, gaya hidup modern menuntut manusia untuk terbuka akan adanya perilaku ini. Di internet, media sosial, bahkan film untuk anak perilaku, karakter, atau adegan gay berseliweran.
Salah satu film dengan konten gay adalah Beauty and the Beast, yang sedari dulu dikenal sebagai tontonan untuk anak-anak. Sebenarnya seberapa besar pengaruh film terhadap perilaku homoseksual seseorang? Mungkinkah tayangan mendorong anak berperilaku serupa, atau sekadar memperoleh pembenaran terhadap gaya hidup tersebut?
Menurut Psikolog Anak, Ine Indriani, film bermuatan homoseksual bisa berpengaruh juga bisa tidak berpengaruh terhadap perilaku homoseksual. Anak akan terpengaruh apabila sebelumnya anak memiliki pengalaman sebelumnya yang terkait dengan gay, atau pengalaman dia trauma dengan lawan jenis atau trauma dengan pola asuh yang tidak baik. Sehingga membuat dia menjadi gay dan ketika menonton ia mendapat pembenaran terhadap kondisi dirinya.
“Bisa jadi enggak hanya satu faktor yang membuat dia jadi gay, enggak hanya faktor dia menonton Beauty and The Beast saja, bisa jadi ada faktor lainnya, termasuk lingkungan,” ujarnya.
Faktor penyebab anak menjadi gay dikatakannya banyak. Bisa jadi karena ketidakhadiran sosok ayah yang membuat anak hanya melihat ibunya dan kakak atau adik perempuannya sebagai teladan.
Bisa juga karena memang sejak lahir anak sudah memiliki masalah neurologis, secara struktur otak dan biologisnya yang membuat dia cenderung berperilaku menyukai sejenis.