REPUBLIKA.CO.ID, Hidangan nasi biryani disebut memicu semacam perdebatan budaya di India. Itu disebabkan kemungkinan kandungan daging sapi dalam kuliner yang menjadi salah satu pangan nasional negara tersebut.
Mayoritas penganut agama Hindu di India memang tidak mengonsumsi daging dari hewan yang dianggap suci itu. Lebih dari 20 negara bagian India melarang penyembelihan sapi, makan daging sapi, atau keduanya.
Hukum yang disahkan pada 2015 di India menyebutkan hukuman hingga 10 tahun penjara bagi yang melanggarnya. Karena itu, polisi di negara bagian Haryana di India Utara melakukan pemeriksaan khusus di sejumlah restoran publik untuk memastikan peraturan tak dilanggar.
"Kami telah mendapatkan banyak keluhan adanya campuran daging sapi dalam nasi biryani di distrik Mewat. Jadi saya telah memerintahkan tim untuk memeriksa secara fisik biryani yang di jual di sejumlah restoran di sana," ujar Ketua Komisi Layanan Sapi Haryana, Bhani Ram Mangla, kepada BBC.
Carol Helstosky, profesor sejarah dari Universitas Denver berpendapat, makanan adalah penanda identitas yang mencakup etnis, agama, sosial-ekonomi, dan ranah pribadi bagi masyarakat India. Karena itu, biryani dapat menjadi sumber konflik yang menyentuh ranah sensitif ketika bagian dari identitas itu ditentang atau dipertanyakan.
Namun, perdebatan budaya yang oleh media setempat disebut 'perang biryani' itu dibantah oleh masyarakat sendiri. Menurut mereka, tak ada yang salah pada hidangan nasi yang dimasak bersama rempah-rempah, sayuran, atau daging itu.
"Kabar tentang konflik biryani terlalu dibesar-besarkan oleh media. Makanan di India justru menyatukan orang-orang, bukan menjadi sumber kebencian," kata Wahaja Karim, ahli transplantasi Bombay yang tinggal di New Delhi.